Selamat Datang! Terima kasih telah berkunjung. Berkah Dalem.

Cecilia Poniyam:
Karena Dikasihi Tuhan,
maka Saya Tularkan pada Orang lain

Bagi Cecilia Poniyam, Tuhan begitu mencintai dirinya dan keluarganya. Karena kasih Tuhan, dia selamat dari bencana erupsi Merapi. Dan karena itu pula dia peduli terhadap sesama, para pengungsi di sekitar Dusun Glagaharjo, Cangkringan, yang menjadi pengungsi di kompleks SD Glagaharjo yang dipimpinnya. 

    Beberapa hari sebelum erupsi Merapi yang pertama,sebenarnya pihak kelurahan dan kecamatan sudah menyarankan agar pengungsi di SDN Giriharjo segera turun mencari tempat pengungsian yang lebih aman. Mengingat kondisi semakin genting maka pukul 15.00 pada 25 Oktober 2010 ibu-ibu hamil, anak-anak, dan jompo dibawa ke barak pengungsian. Pukul 17.58 terdengar bunyi seperti reruntuhan hebat dari arah Gunung Merapi, itulah erupsi pertama. 
      Segera keluarga Bu Poniyam - demikian dia biasa dipanggil - berangkat mengungsi ke SD Giriharjo. Di sana mereka menjumpai kawan-kawan senasib yang badannya sudah bermandikan debu vulkanik. Selama 10 hari 11 malam mereka bertahan di tenda pengungsian di halaman SD Glagaharjo. Jika terdengar bunyi gemuruh, mereka bergegas turun mencari tempat yang lebih aman. Jika dirasa kondisi cukup aman mereka kembali lagi ke sekolah. Mereka seperti bermain-main dengan bahaya; bersicepat dengan laju awan panas yang sesewaktu datang tak terduga. 
      Tak kurang usaha Rm. Robertus Triwidodo Pr, Rm Tata Priyatna Pr, dan Rm Asodo OMI, membujuk agar Bu Poniyam mau turun, mengungsi ke zona aman. Bujukan itu dia tolak. Pertimbangannya,  masih banyak orang yang tinggal di barak dan tenda pengungsian belum juga turun mengungsi. Harus ada yang mendampingi mereka, maka dia bertahan menemani mereka. Dia merasa bertanggung jawab untuk sekian banyak pengungsi yang mencari tempat perlindungan di sekolah di mana dia menjabat sebagai kepala sekolah. 
     Sejak itulah hidup Ibu Poniyam berubah. Dia tak kenal lelah melayani para pengungsi yang bertahan di halaman sekolahnya. Selain itu juga melayani orang-orang yang belum tersentuh bantuan karena mereka sudah tidak bisa mencari makan dalam kondisi darurat. 
     Pertolongan tak henti mengalir lewat uluran tangan para donator dengan perantaraan Rm. Tata, Rm. Triwidodo Pr, dan Rm. Asodo OMI. Semula dia menghubungi Rm. Tata Pr yang kemudian menghubungi Rm. Triwidodo.  Saat itu didapat 1700 paket bantuan sembako dan peralatan mandi. 
    Kini SD Giriharjo telah terkubur debu vulkanik, setelah erupsi kedua Merapi 5 November 2010. Beberapa minggu setelah keadaan dianggap aman, dia bersama anaknya pernah ke lokasi di mana dulu gedung SD Giriharjo berdiri. Tidak ada yang tampak kecuali hamparan pasir. 
     Meski demikian, dia masih bisa memperkirakan di mana dulu gedung sekolahnya itu berdiri. Kepada anaknya dia berkata: “ Di sini ruang kerja saya, ke arah sana ruang kelas. 
   Bagi Bu Poniyam, terkuburnya gedung sekolahnya itu menorehkan kepedihan. Untuk sementara, murid-muridnya tidak bisa lagi bersekolah. Namun dia yakin Tuhan akan selalu memberi jalan keluar. Tuhan mencintai siapa saja, termasuk dirinya, keluarganya, murid-muridnya yang tetap selamat dari bencana erupsi Merapi itu. 
    Sebab itu, sebagai ungkapan rasa syukur atas kasih-Nya, dia juga tidak pernah berhenti atau lelah menunjukkan kepedulian terhadap sesama yang juga menderita akibat erupsi Merapi. (Bersambung/PRonP/MEttyTriP)***