Selamat Datang! Terima kasih telah berkunjung. Berkah Dalem.

Susahnya Mengikuti Misa Harian di Gereja (1)

Oleh : Alexander Rizky Hapsoro 

“Mbok kamu tuh misa pagi tho, mas! Rumah dekat aja kok misa pagi kok susah?” Itulah kata-kata yang sering diucapkan oleh ibu saya terhadap saya, karena saya jarang sekali – bahkan bisa dikatakan dapat dihitung dengan jari – mengikuti misa harian pagi. 
    Saya seorang mahasiswa tingkat 5 dan usia saya masih cukup muda, namun saya menyadari bahwa kebutuhan diri
akan misa nampaknya kurang. Jika misa mingguan saya pasti tidak pernah absen.  
    Ya, pernah saya absen jika ada hal-hal yang incidental, misalnya saya sakit atau sedang berada disuatu tempat yang sulit terjangkau untuk mengikuti misa. Terkadang saya berpikir, apakah saya mengikuti misa mingguan hanya sekedar rutinitas, atau memang betul-betul saya punya kebutuhan untuk bertemu dengan Tuhan. 
     Di dalam keluarga saya, yang sangat rajin mengikuti misa harian bahkan mingguan adalah ayah saya yang seorang penderita stroke. Beliau seperti militan, tidak pernah absen untuk misa harian. Bahkan saya sering sekali menggoda ayah saya, misalnya seperti ini: “ Pah, ga bosen po misa tiap hari?” atau “ Pah, terlalu sering misa ga baik lho”. 
     Terkadang saya geli sendiri kalo menggoda ayah saya seperti itu, namun ayah saya ya tetap saja pergi misa dengan ketawa-ketawa walaupun saya goda. 
    Saya ingat waktu Gunung Kelud meletus dan abunya sampai ke Yogyakarta, pagi-pagi subuh, waktu itu. Abunya sudah tebal di jalan dan abu terus turun cukup deras tetapi ayah saya tetap nekat pergi misa. Dalam hati saya berkata, “Si Papa kok gemblung yah berdebu begini masih terobos juga misa”. 
    Melihat contoh dari Ayah saya sendiri tentu saya mulai merenung, kenapa ya saya yang masih muda sehat begini susah amat mau misa harian. Saya tidak tahu apakah misa harian pagi di Paroki kita juga banyak anak-anak muda seperti saya yang mau misa harian. 
    Saya yakin 70% tidak banyak anak-anak muda seperti saya yang ikut misa harian pagi. Menurut saya inilah tantangan bagi saya sendiri yang masih muda dan mungkin bisa juga untuk kaum muda yang lain seperti saya, bahwa kehidupan menggereja pada intinya adalah misa atau perayaan ekaristi. Memang banyak cara yang bisa kaum muda seperti saya bisa lakukan untuk hidup menggereja, misalnya aktif dalam OMK atau KMK di Universitas, aktif misdinar, aktif lektor dan masih banyak lainnya. (Bersambung)