Selamat Datang! Terima kasih telah berkunjung. Berkah Dalem.

Keanekaragaman Menjadi Berkah

 Lingkungan Agustinus Hypo 

Tidak terasa sudah kurang lebih delapan tahun kami bersatu menjadi lingkungan di Paroki St. Petrus & Paulus Babadan. Lingkungan kami merupakan lingkungan yang cukup unik diantara lingkungan lainya. 
     Keunikan lingkungan kami adalah karakteristik umatnya yang terdiri dari petani dan sebagian lain pegawai kantoran ataupun wiraswasta. Selain itu sebagian besar merupakan keluarga yang tidak muda lagi.
    Keunikan tersebut membentuk keunikan dalam cara kami berinteraksi sebagai umat di lingkungan. Jika lingkungan lain pada umumnya memiliki pertemuan bulanan, kami memiliki pertemuan mingguan. Keunikan kedua inilah yang akan dibahas pada tulisan ini, sebagai salah satu bentuk refleksi kami setelah sekian tahun kami menjadi lingkungan. 

Meneladan Jemaat Perdana 
    Definisi lingkungan menurut Pedoman Dasar Dewan Paroki (PDDP) Keuskupan Agung Semarang 2004 Pasal 1 ayat 1 adalah paguyuban umat beriman yang bersekutu berdasarkan kedekatan tempat tinggal dengan jumlah 10-50 kepala keluarga 1). Sedangkan dari sumber wikipedia 2) disebutkan bahwa lingkungan bersifat terbuka dan berfungsi meneladan cara hidup jemaat perdana dalam Kis 2:42. 
    Berdasarkan kedua sumber tersebut jelas terlihat bahwa lingkungan terbentuk berdasarkan keinginan umat itu sendiri untuk bersekutu dan berbagi iman seperti yang dulu dilakukan pengikut Yesus. Mereka berkumpul atas keinginan sendiri untuk saling berbagi iman dan bersyukur atas karunia Tuhan, yang pada waktu itu sangat jelas dirasakan melalui berbagai mujizat yang dibuat oleh para rasul setelah turunnya Roh Kudus. 

Dulu dan Sekarang
    Dari definisi tersebut terlihat ada perbedaan waktu sejak digagasnya model pertemuan lingkungan jaman para rasul dengan masa kini, saat teknologi komunikasi sudah banyak sekali berkembang. Bagaimana dengan lingkungan masa kini? Apakah umat di lingkungan bertemu setiap waktu tertentu atas inisiatif sendiri? Atau adakah dorongan lain? Dan dalam tekanan kesibukan dan kesulitan hidup kita saat ini, akankah cara hidup ini akan dapat berlangsung terus? 
    Tidak mudah mencari jawab atas pertanyaan tersebut. Untuk itu kami mencoba mencari jawabnya dengan merefleksikan pengalaman di lingkungan kami, St. Agustinus Hypo. Pertama perlu kami gali terlebih dahulu sejarah tradisi pertemuan lingkungan pada awal pembentukkannya. 
    Pada awal digagasnya pertemuan iman di lingkungan kami, beberapa orang sesepuh lingkungan berembug untuk mengadakan pertemuan khusus dengan umat Katholik di Karangsari mengingat selama ini pertemuan biasa diadakan bersama dengan lingkungan perumahan Kanisius Percetakan (itupun hanya pada hari-hari Besar Katholik saja). Gagasan ini langsung dijalankan tahap demi tahap yang kemudian secara rutin diputuskan utuk diadakan setiap minggu sekali yaitu malam Jumat. 
    Pertimbangannya pada saat itu adalah agar umat dapat saling mengenal lebih erat sebagai saudara dan sudah merupakan kerinduan umat untuk dapat berkomunikasi dan berbagi iman, dan juga segala suka dan duka juga dapat didukung bersama. 
   Lama kelamaan tradisi ini menjadi mendarah daging. Jika tidak bertemu ada rasa kehilangan anggota badan. 
   Dari sini terlihat tradisi para rasul jaman dulu masih mengilhami pertemuan mingguan ini, walau dengan konteks yang berbeda, dan tantangan yang berbeda. Tantangan masa lalu berkumpul untuk saling mengungkapkan syukur atas berbagai rahmat mujizat para rasul. Sedangkan tantangan masa kini menyebabkan umat sebagai anggota satu tubuh saling mengungkapkan syukur atas kesatuan yang dapat terjalin antara anggota tubuh menjadi satu yaitu tubuh. 

Yang Kecil Menjadi Penggerak 
    Generator kerinduan seringkali muncul justru dari anggota yang memiliki kesederhanaan yaitu para petani. Alangkah beruntungnya lingkungan kami yang memiliki keaneka-ragaman umat, dari yang sederhana hingga yang kompleks, dari yang kecil hingga yang besar, dari yang tua hingga yang muda. 
    Namun dari pengalaman kami di Karangsari ini, terlihat pentingnya yang terkecil, yang paling sederhana. Mereka justru menjadi penggerak tubuh karena memiliki iman yang justru sangat kuat. Berdasarkan pengalaman itu, kami menyadari bahwa di masa masa mendatang kelompok harus saling menerima keaneka ragaman. Dari keaneka ragaman inilah muncul sosok terkecil yang memiliki iman kuat, yang selalu akan memelihara kerinduan di antara anggota tubuh yaitu anggota umat lingkungan. 
    Seperti halnya Yesus yang lahir dari keluarga sederhana, namun Dia-lah pemimpin kita, Dia-lah jalan hidup kita. Teladan dari Yesus sendiri mengajarkan pada kita untuk tak perlu takut untuk menjadi sederhana karena dialah yang empunya Kerajaan Surga. Berkah Dalem Gusti Yesus.  

1) http://fxsukendar.blogdetik.com/2008/11/16/lingkungan-wilayah-stasi-paroki/ 
2) http://id.wikipedia.org/wiki/Paroki