Selamat Datang! Terima kasih telah berkunjung. Berkah Dalem.

Filipus Dimas Darumurti (2-habis):
Kumpul-Kumpul Memperkuat Iman



Ketika anak muda lain asyik dengan dunia keramaian dan identik dengan ‘ubyang-ubyung,’ pergi bersenang-senang ke sana ke mari tanpa tujuan jelas, Dimas menunjukkan minat yang berbeda.
Sejak kecil dia terlibat dalam kehidupan menggereja, sebagai Putra Altar, lalu menjadi koordinator Putra Altar. Seiring pertambahan usia, ia bergabung dengan OMK, lalu menjadi koordinator OMK. Dan sekarang sebagai katekis muda. Jalan itu seperti mengalir begitu saja. “Saya memang suka bertemu dengan banyak orang,” katanya.
     Bertemu dengan banyak orang, mengenali mereka, tidak soal tua atau muda, adalah sesuatu yang menarik bagi Dimas. “Bisa bergaul dengan banyak orang membuat saya percaya diri.” Bukan berarti di luar waktu untuk belajar ketika masih sekolah atau kuliah, atau setelah bekerja seperti sekarang, melulu digunakan untuk berkumpul bersama teman-teman di gereja. Dimas juga tetap menyempatkan diri bersama adiknya, mencari rumput untuk pakan ternak mereka.
    Akan tetapi, saat-saat berkumpul bersama teman dalam kehidupan menggereja, sebagaimana ia alami dan juga dilihatnya terjadi dalam diri temannya, imannya semakin tumbuh dan dikuatkan. 

Keteladanan orangtua 
     Memilih berkecimpung dalam kehidupan menggereja, agaknya mengikuti teladan yang ditunjukkan kedua orangtuanya. Lahir di Sleman 6 Mei 1991, Dimas putra sulung dari pasangan Margaretha Wartini, seorang ibu rumah tangga yang aktif di WKRI dan Albertus Hartoyo, guru SD Kanisius Demangan Baru, yang juga adalah salah satu katekis senior di Gereja Babadan. Dimas mempunyai seorang adik laki-laki, yang juga aktif sebagai lektor, Putra Altar, dan anggota Tim Kerja Panduan Misa. 
     Keteladanan itu, oleh kedua orangtuanya, tidak disertai petunjuk-petunjuk berupa kata-kata harus ini, harus itu. Menurut Dimas, orangtuanya memberi kebebasan. Justru karena diberi kebebasan itu, Dimas mengatakan, ia bisa melihat sesuatu di balik keteladanan yang dimiliki orangtuanya, yang belum tentu dipunyai para tetangga. Dan itu mempengaruhinya. “Ayah seorang guru. Di mata masyarakat, guru itu merupakan orang yang dihargai, dihormati.” 

Sejarah: Memahami orang 
    Menjadikan figur ayah sebagai model, secara tidak langsung ia akui mempermudah dirinya bertugas sebagai katekis maupun dalam menjalankan profesi yang ditekuninya sekarang, sebagai guru. Dimas lulus SDK Demangan Baru tahun 2003, lulus SMP PL tahun 2006, dan lulu SMA de Britto tahun 2009. Setelah kuliah di Fakultas Pendidikan Sejarah Sanata Dharma, ia lulus tahun 2014. Sekarang mengajar di de Britto sebagai guru paling muda. 
     Menyadari kecintaannya profesinya sekarang sebagai guru sejarah, Dimas mengatakan, merasa beruntung tak diterima di Fakultas Psikologi. Saat mendaftar, Fakultas Psikologi ia jadikan sebagai pilihan pertama, sedang Fakultas Pendidikan Sejarah sebagai pilihan kedua. Alasan memilih Fakultas Psikologi sebagai pilihan pertama, sebab ia senang bergaul dengan banyak orang, ingin berkenalan dengan siapa saja. Baru setelah kuliah jurusan Sejarah, ia merasa bahwa itulah dunianya yang sebenarnya, dunia yang dicintainya. Mempelajari sejarah adalah belajar memahami orang. 
    Dan dengan kecintaan itulah ia berhasil membangkitkan semangat salah seorang teman seangkatannya untuk melanjutkan kuliah kembali. Awalnya, temannya itu, tidak merasa cocok kuliah di jurusan Sejarah, karena itu memutuskan berhenti dan pulang ke Papua. Dimas terus menjalin komunikasi dengan temannya tersebut dan sambil lalu menceritakan hal-hal menarik saat mempelajari sejarah. Setelah setahun berhenti, temannya itu akhirnya kembali kuliah dan kini sudah lulus. 

Mempertahankan Iman 
     Meskipun melalui sejarah ia banyak belajar memahami orang, Dimas mengakui tidak mudah memahami orang dalam kehidupan nyata. Dan itulah yang ia alami saat berkecimpung sebagai OMK dalam kehidupan menggereja, saat menjadi Koordinator OMK Gereja Babadan. 
   Ia mengamati, semakin sedikit kaum muda yang mau aktif di OMK. Apabila diundang menghadiri pertemuan, sedikit yang mau datang. Seringkali alasannya sepele, kalau datang tidak ada yang dikenal. Menurut Dimas, ada tidaknya seseorang yang dikenal di antara yang hadir dalam pertemuan OMK, sering menjadi faktor penentu. Itu ia ketahui sewaktu mengajak teman sebaya selingkungan, yang notabene adalah teman sekampung, kebanyakan bersedia menghadiri pertemuan OMK. Hal berbeda akan terjadi saat mengundang kaum muda dari lingkungan lain, yang kebanyakan belum saling kenal, baik sesama kaum muda satu lingkungan maupun dengan pengurus OMK. Pertemuan hanya dihadiri sedikit orang, dan yang hadir juga orang yang itu-itu saja. Ia sering kehilangan akal menghadapi keadaan seperti itu, merasa tak sepenuhnya berhasil dalam menjalankan tugas sebagai koordinator. 
    Ada salah kaprah yang dianggapnya berkembang di kalangan kaum muda tentang keterlibatan mereka dalam kehidupan menggereja. Menurutnya, kebanyakan teman sebayanya beranggapan keterlibatan kaum muda dalam kehidupan menggereja hanya sekedar kumpul-kumpul saja, atau paling-paling melaksanakan tugas liturgis sesuai yang dijadwalkan gereja. Bahkan tidak sedikit yang malah cenderung menilai keterlibatan itu buang-buang waktu saja. 
   Bagi Dimas, salah kaprah semacam itu perlu diluruskan. Berdasarkan pengamatannya, meskipun keterlibatan kaum muda dalam kehidupan menggereja terkesan lebih banyak sekedar kumpul, ada manfaat penting yang seringkali tidak disadari. Setiap kali kaum muda bertemu dalam berbagai kegiatan OMK, sebenarnya mereka juga membahas dengan cara masing-masing berbagai hal menyangkut iman yang dimiliki. 
    Pembicaraan memang berlangsung dalam suasana santai dan informal, tidak teragenda serta sambil lalu. Justru melalui pembicaraan semacam itu, penghayatan atas iman yang dimiliki menjadi semakin tumbuh dan saling meneguhkan. 
    Menurut pengamatan Dimas, teman sebayanya yang sering terlibat dalam interaksi semacam itu lebih mampu mempertahankan imannya ketika menghadapi berbagai godaan, termasuk godaan untuk meninggalkan iman karena perkawinan. 
     Dimas mengakui belum mengetahui cara yang tepat untuk meluruskan salah kaprah tersebut. Bagaimana pun, menemukan cara yang pas bagi kaum muda harus diupayakan. Apalagi mengingat pembinaan iman kaum muda setelah menerima Sakramen Penguatan pada dasarnya boleh dibilang terputus. Dan itulah yang sedang dipikirkannya bersama rekan yang masih aktif di OMK. ***