Selamat Datang! Terima kasih telah berkunjung. Berkah Dalem.

Aksi APP ke Panti Asuhan Bina Putra (1)

Kami Kelebihan Kapasitas

"Kami kelebihan kapasitas. Daya tampung sebenarnya hanya 80 anak. Tapi bagaimana lagi. Kasihan mereka kalau tidak diterima, " kata Pak Simon saat menjelaskan kondisi terkini panti asuhan yang dipimpinnya.
     Kami, sebelas umat Lingkungan Emmanuel Paroki St. Petrus & Paulus Babadan, duduk di atas karpet, mendengarkan dengan penuh perhatian. Di benak muncul berbagai pertanyaan. Bagaimana hal itu terjadi?  Bukankah kelebihan kapasitas akan menimbulkan berbagai kesulitan, seperti tempat, penyediaan sarana, biaya sehari-hari, dan sebagainya? Tapi kami sementara diam saja, menunggu penjelasan lebih lanjut.


Lewat Jalan Keliru
      Panti asuhan itu bernama Bina Putra, beralamat di Jl. Pramuka, Klodran, Bantul.  Ketika tiba di sana sekitar pkl. 11.00, kami masuk lewat jalan yang keliru.  kami memasuki halaman parkir samping Gereja  St. Yakobus- Paroki Klodran, Bantul, yang sekaligus menjadi halamandepan SMK Putra Tama.
      Tak ada orang yang menyambut kami ketika turun dari mobil.  Kami bermaksud menyerahkan sebagian hasil APP dan sumbangan spontan sebagian umat ke panti asuhan yang katanya terletak di belakang gereja Klodran.
     Tidak ada tanda-tanda di mana letak panti asuhan yang akan kami kunjungi. Yang tampak hanya bangunan gereja dan bangunan SMK Putra Tama.
     Memang, hanya secuil informasi yang kami ketahui tentang panti asuhan ini.  Menurut seseorang yang menyarankan agar kami mengunjungi panti asuhan ini, karena katanya lebih membutuhkan donasi, panti ini diasuh oleh Pak Simon. Letaknya di belakang Gereja  St. Yakobus- Paroki Klodran, Bantul.
     Bu Rini, salah satu anggota rombongan kami yang menjadi penghubung, pergi ke bagian belakang SMK Putra Tama. Kami duduk menunggu di sisi  gereja. Dari jendela kaca, di dalam gereja tampak beberapa anggota putra altar sedang latihan.
     Tak lama kemudian, Bu Rini muncul kembali, diikuti seorang ibu separuh baya.  Setelah berkenalan, kami diberitahu bahwa Pak Simon, masih mengawasi pembangunan sebuah gedung dan sedang dalam perjalanan untuk menjumpai kami. Kami lalu diajak ke panti asuhan.
     Mendengar itu, kami menurunkan dari bagai kendaraaan beberapa dos berisi bahan sembako lainnya, sesuai pesan yang disampaikan kepada kami. Beberapa anak panti asuhan muncul dari pintu belakang sekolah.  Setelah berkenalan, mereka turut membawa dos-dos itu menunjukkan arah ke panti asuhan, melewati pintu belakang itu.
     Baru beberapa langkah kami ayunkan, Pak Simon - nama lengkapnya Simon Suharyanto -  tiba dengan sepeda motor. Setelah berkenalan, kami diajak ke panti asuhan.

Dari Papan Nama    
     Begitu melewati pintu belakang tersebut, kami langsung dapat melihat komplek panti asuhan itu. Papan nama bertuliskan Panti Asuhan Bina Putra, segera tertangkap mata, digantungkan pada pagar lantai dua bangunan yang tampaknya seperti kamar kos. Setelah membaca papan nama itulah baru kami tahu bahwa panti asuhan yang kami tuju adalah Panti Asuhan Bina Putra.
    Panti Asuhan Bina Putra memang terletak di belakang gereja, terpisah oleh gang selebar dua meter. Jalan masuk ke panti ini sesungguhnya adalah lewat gang tersebut. Itulah sebabnya, meski sebagian di antara kami telah beberapa kali berkunjung ke kawasana Gereja Klodran ini, yang selalu terlihat adalah bangunan SMK di satu sisi, panti paroki di sisi lain.
     Kami dituntun naik tangga menuju ruang pertemuan panti.  Pak Simon meminta maaf karena karpet belum digelar, padahal katanya tadi pagi ia sudah meminta kepada anak asuhnya untuk mempersiapkan ruangan itu. Kepada anak panti yang berdiri di dekatnya, ia sempat bertanya mengapa hal itu tidak lakukan.        
     Kami kemudian duduk di atas karpet. Anak-anak panti asuhan semakin banyak ikut bergabung, semuanya anak perempuan.
     Setelah memperkenalkan diri dan mengutarakan tujuan kami, Pak Simon mulai menceritakan riwayat Panti Asuhan yang diasuhnya itu, serta kondisinya sekarang.

Korban Gempa
     "Awalnya saya mengasuh hanya 12 anak. Mereka semua korban gempa Bantul, 27 Mei 2006. Waktu itu, saya masih Ketua Dewan Paroki. Pada hari kedua gempa, saya berkeliling bersama romo paroki, Rm. M Minarto Pr,  untuk mengetahui akibat gempa.  Banyak korban berjatuhan. Anak-anak pun banyak yang menjadi yatim piatu. Tergerak oleh rasa iba, saya menampung ke-12 anak itu di rumah saya."
     Keputusan untuk menampung ke-12 anak itu di rumahnya dilandasi alasan kuat. Paroki Klodran tak mungkin dimintai bantuan. Gereja St. Yakobus juga rusak berat akibat gempa, sehingga tak bisa dipakai lagi. Kepada isteri dan anak-anaknya, Pak Simon meminta kerelaan untuk hidup berbagi, berdesak-desakan dengan anak-anak korban gempa tersebut.
     Saat ini, anak yang diasuhnya di panti asuhan tersebut berjumlah145 anak, terdiri atas 49 laki-laki, dan 96 perempuan.  Jika awalnya kebanyakan mereka dari sekitar Bantul saja, belakangan ada yang dari luar provinsi DIY, seperti Jambi, Lampung, Jawa Tengah, NTT, dan sebagainya. Bahkan, sekarang, 70 anak berasal dari NTT (prp/met) - Bersambung***