Selamat Datang! Terima kasih telah berkunjung. Berkah Dalem.

Sekolah Iman:
Saling Mencita Seperti Cinta Kasih Allah kepada Kita

Pola cinta kasih antara suami-istri seharusnya seperti pola cintah kasih Allah kepada manusia, yakni cinta yang tidak pernah berubah. Seluruh cinta manusia merupakan gambaran cinta kasih ilahi, sang sumber cinta kasih.
       Penegasan tersebut disampaikan Rm. Robertus Triwidodo Pr dalam Sekolah Iman saat membahas Perintah Keenam: Jangan Berzina. Adapun tema yang diangkat adalah: Cinta dan Seksualitas, di Aula Paroki St. Petrus & Paulus Babadan, Rabu (25/11/2015).

       Dikemukakan lebih lanjut, bentuk paling indah dari cinta kasih di bumi adalah cinta kasih antara laki-laki dan perempuan saat dua orang memberikan diri mereka satu sama lain untuk selamanya. Dengan demikian, ketika seorang laki-laki dan perempuan saling mencintai dan menjadi pasangan suami-istri, cinta antara keduanya sesungguhnya adalah ungkapan penyerahan diri secara bebas kepada pasangan masing-masing.
      Dalam kodratnya sebagai mahluk ciptaan, masing-masing memang mempunya cara yang berbeda dalam mencintai. Namun, justru karena itulah suami dan istri tertarik satu lain, baik secara seksual maupun intelektual. Allah menciptakan mereka supaya saling melengkapi satu sama lain dalam cinta kasih. Terkait Perintah Keenam: Jangan Berzina, ditegaskan bahwa persetubuhan merupakan ekspresi cinta antara suami-istri. Dalam persetubuhan itu, cinta antara suami-istri menemukan ekspresi sensual yang terdalam.
      Lantas, bagaimana dengan ‘perkawinan’ sesama jenis yang dilegalkan di beberapa negara? Gereja Katolik tidak mengakui apa yang disebut ‘perkawinan’ sesama jenis. Ajaran Gereja Katolik menegaskan perkawinan adalah antara laki-laki dan perempuan yang menjadi suami istri, hubungan yang memungkinkan keduanya untuk mengekspresikan cinta kasih satu sama lain dan melanjutkan kehidupan melalui keturunan.

Keluarga Pusat Umat Beriman 
      Sebelumnya, ditayangkan rekaman video saat Mgr. Suharyo, Ketua KWI, pada hari ketiga SAGKI IV awal November 2015 di Cimacan, Jawa Barat, menyampaikan hasil Sinode Biasa Uskup di Roma bulan Oktober 2015. Rekaman video tersebut ditayangkan meningat paparan Mgr. Sugaryo berkaitan dengan topik bahasan Sekolah Iman.
     Menurut Mgr. Suharyo tema Sinode tersebut adalah “Panggilan dan Perutusan Keluarga dalam Gereja dan Dunia Sekarang ini.” Isinya tidak baru, tetapi membangunkan Gereja untuk lebih menyadari bahwa keluarga-keluarga menjadi pusat umat beriman.”
     Salah satu topik yang dibicarakan dalam Sinode tersebut adalah menguat kesan banyak orang yang telah dipinggirkan oleh Gereja tanpa alasan jelas. Termasuk pertanyaan mendasar yang kini kian mengemuka soal komuni: Apakah keluarga-keluarga ‘pecah’ masih tetap boleh menerima komuni?
      Terkait hal ini, dikemukakan sangat bisa dirasakan adanya semacam “tegangan” antara suara hati versus aturan-aturan hukum yang kaku. Antara kerahiman Allah dan keadilan hukum. Antara kebenaran dan pengampunan. Juga disampaikan bahwa Gereja telah merampingkan proses anulasi. Namun ini jangan dimengerti secara salah sebagai upaya meresmikan perceraian.
      Ditegaskan hari Sabat adalah untuk manusia, bukan manusia untuk Hari Sabat. Gereja bukan museum, tetapi sumber air yang hidup. Gereja adalah ibu yang lemah lembut sekaligus sebagai guru yang menerangkan semuanya dengan dengan jelas. Kecenderungan Gereja Katolik saat ini bukanlah untuk melemahkan iman, melainkan sebaliknya: Gereja ingin mengungkapkan kasih dalam hal-hal ini.
      Gereja berangkat dari kerahiman Allah, maka Gereja tanpa henti harus selalu mendampingi anak-anak Yesus dengan penuh cinta kasih. Maka, perlu pendampingan khusus bagi keluarga-keluarga yang mengalami kesulitan. Sudah pasti, mereka itu berada dalam kondisi tidak normal. Keluarga itu harus diberi perhatian khusus; jangan sampai malah ada pengucilan bagi keluarga-keluarga bermasalah ini.
      Bagi keluarga-keluarga katolik, seharusnya tidak ada jalan buntu. Fokusnya adalah apa yang harus dilakukan agar perkawinan dan hidup keluarga katolik sungguh menjadi jalan menuju kesempurnaan kasih dan kepenuhan hidup kristiani.(prp)***