Selamat Datang! Terima kasih telah berkunjung. Berkah Dalem.

Paguyuban Worosemedi:
Perlu Pengertian dan Dukungan

Paguyuban Worosemedi Keberadaan Paguyuban Worosemedi di Paroki St. Petrus & Paulus Babadan, merupakan wadah bagi para ibu-ibu yang sudah janda untuk bertemu dan berbagi pengalaman dalam menghadapi berbagai persoalan yang dihadapi. 
     Dari hasil survei Paguyuban Worosemedi Paroki St. Petrus & Paulus Babadan, yang dilaksanakan selama dua tahun ini, memberikan gambaran bahwa ibu-ibu janda
yang jumlahnya lebih dari 100 ini, mempunyai latar belakang, profesi, dan status yang berbeda yang bisa dikelompokkan menjadi tiga kategori: 
  1. Ibu yang masih muda, harus bekerja keras, merangkap sebagai bapak dan mencari nafkah bagi keluarga karena putra-putrinya belum berkeluarga/masih pelajar. 
  2. Ibu yang lansia, anak-anaknya sudah berkeluarga dan tinggal jauh darinya, terpaksa harus mandiri dalam menyelesaikan tugas-tugas rumah tangganya. 
  3. Ibu yang sudah jompo (>70 tahun) perlu perhatian khusus dalam keluarganya, terutama kebutuhan jasmani dan kesehatan rohaninya. 

    Perbedaan tersebut itu berpengaruh pada cara bertindak dan berperilaku. Karena itu, meski seluruh anggota Paguyuban Worosemedi adalah sekumpulan janda yang beriman Katholik, sama-sama menjadi murid Yesus, namun untuk menyatukan persepsi adalah tidak mudah. 
   Tantangan cukup besar adalah masalah penilaian orang lain terkait dengan keberadaan sebagai janda. Dengan predikat janda yang melekat itu, acap kali keberadaan mereka kurang dimengerti oleh banyak orang. Orang selalu menafsirkan yang negatif saja. “Ah, itu janda, jadi begini begitu.” Berpenampilan sedikit berbeda, dianggap sudah menjadi perhatian. Perlu pergi malam, malah dikira keluyuran. Padahal, meski predikat alamiah ini tidak diminta oleh kaum ibu, tetapi bila ditanya: “Mau menikah lagi?,” maka jawabannya pun: “Tidak!” 
   Adanya suara sumbang semacam itu sudah tentu menimbulkan keprihatinan.  Itu menunjukkan acap kali keberadaan mereka kurang dimengerti oleh banyak orang. Dan itu hanya salah satu contoh saja dari berbagai persoalan yang dihadapi oleh seorang janda, namun sering menimbulkan keraguan untuk aktif di paguyuban seperti Worosemedi. 
   Sudah tentu tantangan semacam itu harus dihadapi. Kehadiran Paguyuban Worosemedi antara lain agar bisa berbagi bersama terkait pengalaman masing-masing dan kemudian bersama-sama memikirkan jalan keluar paling baik. Dengan demikian anggota paguyuban dapat saling menguatkan. . 

Pengertian dan Dukungan 
   Meski menghadapi tantangan tidak mudah, Paguyuban Worosemedi di Paroki Babadan toh bisa mandiri. Paguyuban bisa bertugas entah di tata laksana, persembahan, mengatur bunga, bahkan ikut koor. 
   Sebab itu, ibu-ibu yang sudah menjanda tapi belum mengikuti Paguyuban Worosemedi, dapat segera bergabung. Tidak perlu ragu apakah ada kegiatan nyata paguyuban ini. Setiap Sabtu Jumat Pertama, diselenggarakan doa bersama pastor paroki, untuk mendoakan para pastor, uskup, para biarawan/biarawati dan selebater awam. 
   arena itu, perlu pengertian dan dukungan dari berbagai pihak, agar setiap ibu yang sudah menjanda bersedia bergabung dengan paguyuban ini.***