Sejarah Paroki
Awal Tumbuhnya Benih Iman
(1928-1957)
Benih iman Katolik di
wilayah Babadan dimulai pada 1928 dengan didirikannya lembaga pendidikan Volk
School di Desa Babadan. Bapak Sastrosudarmo (dari Magelang) dan Bapak
Ciptosewoyo (dari Muntilan) adalah guru pertama yang mengajar di sekolah
tersebut. Pada tanggal 8 Desember 1933 Bapak Yohanes Fransiskus Regis
Kartowardoyo (Pak Karto) dari Dusun Pajangan dan beberapa kawannya menerima
Sakramen Permandian. Setelah memperdalam pengetahuan agama di Gereja Santo
Antonius Kotabaru, Romo Fransiscus Straeter, S.J. mengangkat Pak Karto sebagai
guru agama. Pada tahun yang sama Bapak Raden Joseph Sanyoto Kismosewoyo (Pak
Kismo) datang ke Babadan dan menggantikan Bapak Ciptosewoyo. Pada tahun 1940,
atas inisiatif Pak Karto dan Pak Kismo, diadakan pembicaraan dengan Romo di
Kotabaru agar di Babadan mulai diadakan misa.
Pada masa penjajahan Jepang
(1942-1945), sekolah terpaksa ditutup, demikian juga segala aktivitas misi.
Baru setelah kemerdekaan, Pak Karto dan Pak Kismo berusaha menghimpun umat
lagi. Pada tahun 1947 sekolah dibuka kembali sehingga misa dan pelajaran agama
mulai berjalan teratur. Namun pada peristiwa agresi militer II tahun 1949,
sekolah ditutup lagi, meskipun Romo Antonius Sontoboedoyo, S.J. dari Kotabaru
tetap sering datang untuk mempersembahkan misa.
Setelah sekolah Babadan
dibuka lagi pada tahun 1950, karya misi bangkit kembali. Kunjungan para frater
Jesuit dari Kotabaru sebulan sekali sangat mendukung perkembangan Gereja
Babadan. Tahun 1952 Bapak Stefanus Siswosudarmo (Pak Sis) dari Sedayu hadir dan
menjabat sebagai Kepala Sekolah yang kelak menjadi SD Kanisius Babadan.
Dari SD Babadan ke Gereja di
Dolo (1957-1969)
Pada tahun 1950-1960, laju
perkembangan umat sangat pesat sehingga pembatas kelas di SD Kanisius Babadan
dibongkar karena tidak mampu menampung jumlah umat yang mengikuti misa. Para
tokoh umat mulai membicarakan fasilitas ibadat dengan Romo. Akhirnya terjadi
kesepakatan antara Romo dan Keuskupan bahwa sudah saatnya Stasi Babadan dibuatkan
gedung gereja yang permanen. Tahun 1957 Romo Nicolaus Josef Soedarma
Tjiptaprawata, Pr. (Romo Tjipta), Pastor Paroki Kalasan saat itu, mulai mencari
tanah untuk pembangunan gereja. Umat mengajukan permohonan tanah bekas gudang
di Dusun Babadan kepada pemerintah kelurahan. Setelah Romo Tjipta pindah dan
digantikan oleh Romo Joannes Reijnders, S.J,. usaha ini mulai dirintis kembali.
Namun, gedung gereja tidak jadi didirikan di tanah yang diajukan umat dengan
pertimbangan soal status tanah yang belum jelas dan pertimbangan politik.
Pada tanggal 20 November
1959, Bapak Lurah Pawirogeno (Pokoh) bermurah hati memberikan bantuan tanah
seluas 3920 meter persegi dengan letter C no. 03 persil no. 65 D di Dusun Dolo
yang menjadi lokasi gereja saat ini. Tanah ini diterima Keuskupan yang diwakili
Bapak Yohanes Rasul Suwondo selaku PGPM Gereja Marganingsih Kalasan. Sejak
tahun 1960 gereja mulai dibangun yang pelaksanaannya ditangani langsung oleh
Keuskupan. Umat turut bekerja membentuk panitia di Kalasan dan umat Babadan terlibat
dalam penggalangan dana.
Bulan Agustus 1962
pembangunan dapat dikatakan selesai (Gambar 1), dan panitia memohon kepada
Uskup Agung Albertus Soegijopranoto, S.J. untuk memberkati gedung gereja.
Tanggal 15 Agustus 1962 gereja diberkati oleh Romo Yustinus Darmoyuwono, Pr.
yang menjabat sebagai Vikjen Keuskupan Agung Semarang. Nama Santo Petrus dan
Paulus dipilih sebagai pelindung gereja karena keteladanan kedua rasul tersebut
sebagai peletak dasar iman Katolik. Setelah diberkati, gedung gereja segera difungsikan.
Pada masa awal, misa dilaksanakan sebulan dua kali pada pukul 16.00 WIB dengan
jumlah umat yang masih sedikit dan belum memenuhi ruangan yang berkapasitas 700
orang.
Gambar 1. Gedung Gereja Santo Petrus Paulus Babadan
lama yang diresmikan pada tahun 1962
Di tahun yang sama,
direncanakanlah pembangunan gedung SMP Wedhoyuwono, yang kemudian dikenal
sebagai SMP Sanjaya. Pada tanggal 1 Agustus 1963, SMP Wedhoyuwono pun
diresmikan. Di kemudian hari, pada tahun 1968 SMP Wedhoyuwono berubah nama menjdai
SMP Sanjaya sesuai nama yayasan yang mengasuh.
Belum genap lima tahun,
gedung gereja Babadan sudah mengalami kerusakan. Tembok bagian tengah di
sebelah kanan altar retak, yang jika roboh dapat mengakibatkan seluruh bangunan
hancur. Setelah diteliti oleh ahli bangunan, terpaksa bagian tengah harus
dibongkar. Pada akhir tahun 1968 gereja direnovasi. Bagian tengah dipotong dan
sayap samping kanan dipisahkan dengan kekuatan pilar lengkung. Romo Tarcisius
Widyana, S.J. berusaha menutup atap bagian tengah dengan plastik.
Pencatatan Baptis Mandiri sampai
Menjelang Paroki Mandiri (1969-2008)
Tahun 1969, dimulailah
pencatatan Buku Baptis di Gereja Babadan sendiri, dalam rangka mempersiapkan
Gereja Babadan menjadi paroki. Tahun-tahun sebelumnya setiap baptisan baru
dicatat di Paroki Kalasan.
Pada tahun 1973, bersamaan
dengan pembangunan lokal SMP Sanjaya oleh Romo Tarcisius Widyana, S.J.,
bangunan bagian tengah gereja ditutup dengan konstruksi yang lebih kuat. Selama
renovasi, misa dipindahkan ke rumah Bapak Lurah di Dusun Pokoh.
Pada tahun 1978, saat ulang tahun gereja
ke-16, Romo Antonius Wahadi Martaatmaja, Pr. yang menjadi Pastor Paroki Kalasan
bersama dengan Pengurus Dewan Stasi mengadakan kegiatan perayaan yang ditujukan
sebagai pernyataan terima kasih akan adanya tempat ibadat. Dengan perayaan
tersebut, diharapkan rasa memiliki umat semakin tumbuh, bangga memiliki gedung
gereja yang dibangun dengan penuh keringat, meski kondisi fisiknya belum
benar-benar bagus.
Pada awal tahun 90an,
mulailah dipikirkan secara serius pembentukan sebuah panitia pembangunan untuk
membangun gereja yang lebih memadai untuk pelayanan. Hal ini merupakan respon
atas perkembangan umat yang pesat, sejalan dengan tumbuhnya perumahan-perumahan
baru di sekitar Babadan. Dibutuhkan waktu cukup lama untuk berhasil menghimpun
dana dan berkonsultasi dengan Keuskupan Agung Semarang. Pada awalnya umat hanya
ingin merenovasi saja bagian-bagian gedung gereja yang rusak, tetapi Keuskupan
Agung Semarang menghendaki agar seluruh gedung gereja dirobohkan dan dibangun
gedung yang baru.
Pada bulan April 1996
pembangunan tahap pertama dimulai dengan membuat pondasi dan tiang penyangga.
Gedung gereja lama masih digunakan walaupun sudah tidak utuh lagi. Tanggal 14
April 1997 adalah pelaksanaan misa kudus yang terakhir di gedung gereja lama,
sebab setelah itu gedung gereja dibongkar seluruhnya dan kegiatan peribadatan
sepenuhnya dipindahkan ke rumah Bapak Priyoutomo di Dusun Pokoh sampai tanggal
20 Desember 1998.
Pembangunan tahap kedua
dimulai pada April 1998. Misa Kudus Natal 1998 telah dapat menempati gedung
baru walaupun belum sempurna. Sayang, pada waktu bersamaan SMP Sanjaya justru
ditutup karena kekurangan murid. Sejak tahun 1998 ini gedung gereja semakin
dipercantik dan kursi umat mulai diganti. Lantai gereja dipasang keramik dan
dibuatkan pintu gerbang serta pagar keliling untuk keamanan.
Tahun 2004, dalam rangka
mempersiapkan kedatangan Mgr. Ignatius Suharyo, Uskup Agung Semarang, untuk
memberi Sakramen Penguatan, seluruh halaman gereja dipasangi konblok. Bekas dua
ruang kelas di belakang gedung gereja direvitalisasi menjadi Pastoran. Meja
kursi tamu, peralatan dapur, dan fasilitas toilet bagi umat diadakan berkat
dukungan dari Romo Yohanes Chrisostomus Wismapranata, Pr. Pada periode tahun
2002-2004 ini pula proses pembuatan Sertifikat Tanah diselesaikan setelah
terkatung-katung lama. Sertifikat terbit pada tanggal 27 Mei 2000 dengan nomor
13.04.11.04.1.03584. Sertifikat ini telah diserahkan dan disimpan Keuskupan
Agung Semarang.
Pada tahun 2004, sebagai
Tahun Syukur atas Karunia Iman, setiap Jumat pertama diadakan Misa Novena dalam
rangka 100 Tahun Sendangsono. Misa novena ini menjadi embrio dimulainya lagi
misa Jumat Pertama di Gereja SantoPetrus dan Paulus Babadan yang telah sekian
tahun tiada. Dalam kesempatan tersebut dibuka kesempatan adanya baptisan bayi.
Kantor sekretariat gereja
disiapkan dan ditempatkan seorang sekretaris gereja. Buku kesekretariatan
gereja pun diupayakan dilengkapi. Urusan statistik juga menjadi perhatian yang
serius mengingat pertambahan umat yang pesat. Ruang pertemuan dibangun dengan
membongkar dinding pembatas ruang kelas bekas SMP Sanjaya di sebelah utara
gereja, menjadi aula pertemuan. Tahun 2005-2007, kursi umat yang semula berupa
dingklik dengan kaki-kaki besi, mulai diganti dengan kursi yang dapat dipakai
untuk bersujud.
Pada tahun 2006 dimulailah
proses pemekaran lingkungan sesuai dengan saran-saran dari Keuskupan Agung
Semarang. Jumlah lingkungan yang semula 15 dimekarkan menjadi 21 lingkungan.
Dalam rangka mempersiapkan diri menjadi Paroki Administratif, pada tahun 2008
Pedoman Pelaksanaan Dewan Paroki (PPDP) dan Pedoman Kekaryawanan Paroki
diselesaikan. Pada tahun 2008 ini untuk pertama kalinya Gereja Babadan
disupervisi.
Dari Kuasi Paroki Hingga
Sekarang (2009-2015)
Pada 1
Agustus 2009, Keuskupan Agung Semarang mengutus Romo Robertus Triwidodo, Pr.
untuk berdomisili di Pastoran Gereja Santo Petrus dan Paulus Babadan, sebagai
Kuasi Paroki di bawah Paroki Induk Marganingsih Kalasan. Umat menyambut baik
hadirnya pastor yang tinggal dan fokus mendampingi gerak langkahnya.
Perkembangan iman umat, pengelolaan administrasi dan harta benda Gereja semakin
diperbaiki serta ditertibkan.
Pada tahun
2010, dalam kepengurusan Dewan Paroki dibentuk Bidang Penelitian dan
Pengembangan (Litbang) untuk melakukan
kajian-kajian dan evaluasi atas perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
Paroki, situasi dan dinamika umat, kinerja Dewan Paroki, serta berbagai hal
yang terkait dengan pengembangan Paroki.
Pada tanggal
29 Juni 2011, bertepatan dengan perayaan Pesta Nama Pelindung Gereja, Paroki
Santo Petrus dan Paulus Babadan ditetapkan statusnya menjadi Paroki Mandiri
oleh Mgr. Johannes Pujasumarta, setelah selama 49 tahun menunggu. Peresmian
gedung gereja dilakukan bersama oleh Mgr. Johannes Pujosumarta, Uskup Agung
Semarang, dan Bapak Sri Purnomo, Bupati Sleman. Perayaan dan peresmian
dilaksanakan dalam kesederhanaan tetapi meriah dengan nuansa inkulturasi budaya
dan lintas iman. Potensi umat dalam aneka musik liturgi dan budaya ditampilkan,
mengiringi pertemuan tokoh-tokoh lintas iman dalam satu panggung. Acara
peresmian juga dihadiri oleh aparat pemerintahan di Kabupaten Sleman, Kecamatan
Ngemplak, Desa Wedomartani, dan tokoh masyarakat sekitar. Pada tahun ini pula
Panitia Pembangunan menyelesaikan pembangunan menara dan lonceng gereja, yang
menjadi tanda sebagai gereja induk.
Pada tahun
2011, lingkungan di Paroki Santo Petrus dan Paulus Babadan dimekarkan lagi
menjadi 23 lingkungan yang tergabung dalam 4 wilayah. Bidang Litbang melakukan
pendataan umat ulang sesuai dengan standar Tim Pendataan KAS. Pendataan
diselesaikan pada Agustus 2011 dan telah diverifikasi pada 2012.
Sejalan
dengan tingginya pertumbuhan jumlah umat, beberapa lingkungan dimekarkan pada
2012, sehingga jumlah lingkungan menjadi 25 dan dikelompokkan dalam 6 wilayah.
Saat ini, dimulai pada tahun 2014, sedang dilakukan pembaruan data umat,
setelah diselesaikannya program aplikasi pendataan umat. Pembaruan data, uji
coba penggunaan aplikasi pendataan umat, dan verifikasi data umat ditargetkan
selesai pada tahun 2015 ini.
Pada tahun
2013, dimulai pembangunan Panti Paroki dan Pelayanan Pastoral sebagai upaya
memberikan pelayanan yang lebih baik kepada umat dan masyarakat. Umat dapat
menggunakannya untuk kegiatan internal Paroki, dan masyarakat dapat
menggunakannya untuk kegiatan sosial, kemasyarakatan, dan politik (sosmaspol)
seperti Forum Komunikasi Umat Beragam (FKUB), kegiatan lintas iman lainnya,
Sekretariat Bersama (Sekber) Relawan, dan fasilitas mitigasi jika terjadi
bencana Merapi.
Pada hari
Selasa, 7 Januari 2017, Joglo “Kinanthi ing Gusti” yang sudah dibangun atas
kebaikan hati keluarga Bapak Dedy Kristanto diresmikan dan diserahkan oleh GBPH
Prabukusumo, S.Psi. Gusti Prabu berharap agar joglo sebagai warisan budaya,
sungguh dijadikan sarana untuk membangun kebersamaan antar warga masyarakat. Berbagai
kegiatan sosial budaya bisa dikembangan dan dilaksanakan dengan joglo ini.
Sikap toleransi berkembang baik melalui adat dan budaya apabila sejak dini
telah diperkenalkan kepada anak.
Riwayat masing-masing gereja dapat dibaca dengan mengklik salah satu menu berikut.Riwayat Gereja Babadan | Riwayat Gereja Cangkringan |