Selamat Datang! Terima kasih telah berkunjung. Berkah Dalem.

Rekoleksi Dewan Paroki:
Gereja yang Dinamis Gereja Kaum Muda

Gereja yang dinamis adalah gereja kaum muda. Apakah gereja akan berkembang atau tidak akan ditentukan oleh sejauh mana kaum muda berperanserta aktif dalam kehidupan menggereja.
      Mengawali ceramahnya dalam Rekoleksi Anggota Dewan Paroki St. Petrus & Paulus Babadan. di Aula Pantai Paroki Minggu (31 Mei 2015), Br. Dr. Gregorius Bambang Nugroho FIC (Kepala Kantor Yayasan Pangudi Luhur Pusat) menegaskan, kaum muda adalah kader. Maka muncul pertanyaan: Bagaimana menggerakkan kaum muda agar aktif berperan dalam kehidupan menggereja, sehingga gereja menjadi gereja yang dinamis?
     Ada tiga hal yang perlu direnungkan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pertama, kegelisahan kaum muda, yaitu persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Kedua, tantangan pastoral zaman sekarang. Ketiga, kaderisasi kaum muda.     
   
Kegelisahan Kaum Muda 
     Ada tiga hal yang perlu direnungkan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pertama, kegelisahan kaum muda, yaitu persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Kedua, tantangan pastoral zaman sekarang. Ketiga, kaderisasi kaum muda.
     Dalam kehidupan menggereja, kaum muda juga menyaksikan dan mengalami kenyataan yang membuat mereka gelisah. Banyak kaum muda jarang mengikuti misa di gereja, antara lain karena liturgi yang membosankan dan monoton, minimnya pembinaan kerohanian kaum muda, serta kemunafikan sebagian orang katolik termasuk Imam, biarawan-biarawati.
     Kaum muda juga malas mengikuti organisasi kegerejaan. Ini terkait dengan peran serta kaum muda yang lembek di paroki, kurangnya pendampingan kegiatan mudika, serta kurangnya koordinasi antara organisasi teritorial dan kategorial (mudika wilayah, stasi, paroki dengan PMKRI, Pemuda Katolik, KKMK, Paroki Mahasiswa,dll ).
     Kaum muda juga risau karena sosialisasi warga gereja dengan permasalahan sekitar kurang. Semua itu menggelisahkan mereka, karena sebagaimana mereka alami di kalangan mudika, regenerasi atau kaderisasi di paroki kurang lancar. Regenerasi yang tersendat ini membuat mereka cemas akan kelanjutan Gereja mendatang.
     Sementara itu, di luar kehidupan menggereja kaum muda juga menghadapi persoalan yang menjadi sumber kegelisahan mereka. Kaum muda menghadapi masalah pengangguran dan kenakalan remaja. Banyak kaum muda yang acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitar (kurang kepekaan sosial). Egoisme remaja dan semangat hedonisme berkembang. Mereka juga menghadapi masalah pendidikan, mengingat biaya sekolah yang tinggi.
     Selain itu, sebagai orang Katolik yang termasuk minoritas, mereka menghadapi berbagai kesulitan (tekanan) dalam pergaulan. Masalah lain, perpindahan agama kaum muda, entah karena kurang diperhatikan atau sebab lain. Banyak di antara kaum muda hanya menjalankan formalitas sebagai orang Katolik.

Tantangan Pastoral
      Hidup beriman zaman sekarang “lemah,’ karena hati nurani kurang berperan. Hidup kurang ditata berdasarkan iman dan ajaran agama. Hidup tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai budaya dan cita-cita mulia kehidupan berbangsa. Hati nurani tidak dipergunakan, perilaku tidak dipertanggungjawabkan kepada Allah dan sesama.
      Selain itu, perilaku orang dalam kehidupan sekarang lebih dikendalikan oleh perkara-perkara yang menarik indera dan menguntungkan. Dalam hidup bersama, manusia menjadi egoistik, konsumeristik, dan materialistik. Uang menjadi terlalu menentukan jalannya kehidupan, bahkan sampai hati mengorbankan kepentingan orang lain (martabat manusia diabaikan). Korupsi merajalela, membuat orang menjadi rakus.
      Keadaan semacam itu disebabkan antara lain kekuatan global hidup modern. Kekuatan global ini berpengaruh besar bagi rusaknya keadaban publik. Goncang, kabur atau hilangnya nilai-nilai tradisi yang sebelumnya diyakini sebagai pegangan hidup/nilai hidup.
      Membanjirnya informasi yang tidak selalu jelas mutunya namun berdaya manipulatif. Berbagai informasi dapat berperan sebagai kekuatan yang membentuk pendapat umum yang seolah-olah benar dan baik Semua itu berakibat tidak mudah lagi membedakan mana yang baik mana yang buruk, mana yang benar mana yang salah, mana yang perlu mana yang sekedar mendatangkan kesenangan.
     Akibat yang lebih parah, rusak kehidupan moral/pribadi , rusak keadaban publik Kuasa dosa sudah masuk terlalu jauh dalam diri orang, sehingga membuatnya menjadi mentalitas pribadi dan sekaligus mentalitas masyarakatnya.

Kaderisasi
     Menghadapi tantangan zaman, agar menjadi gereja yang dinamis dan berkembang gereja mau tak mau harus melakukan kaderisasi. Pengkaderan kaum muda bukan perkara mudah yang dapat cepat selesai!
     Pembentukan kaum muda menjadi Katolik sejati sehingga kelak menjadi kader yang dapat diandalkan perlu dimulai dari awal, yaitu dalam keluarga, di sekolah, dalam kelompok basis teritorial maupun kategorial.
     Pembentukan kaum muda menjadi Katolik sejati perlu didasarkan pada pembentukan hati nurani, yang diterangi iman serta dituntun oleh nilai-nilai ajaran agama, nilai-nilai budaya. Kaderisasi juga harus membuat kaum muda semakin menyadari panggilan baptisannya dengan ikut ambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi dan raja (LG art 31).
     Dengan semakin menyadari panggilan baptisan, kaum muda menjadi berani melaksanakan kemandiriannya, mampu mengembangkan spiritualitasnya sendiri dengan lebih dewasa, serta turut membangun persaudaraan sejati dalam kesamaan martabat.
     Kaum muda perlu didorong melaksanakan fungsi kenabian secara kontekstual, artinya menjadi umat beriman yang kontekstual (menampilkan citra Kristus pada zamannya). Semakin setia menjadi murid Yesus Kristus dan menanggapi warta gembira-Nya dengan membangun persekutuan iman dalam Yesus.
     Kaderisasi kaum muda haruslah menumbuhkan rasa tanggung jawab kepada Allah dan sesama. Adanya rasa tanggung jawab seperti itu akan menjadi pendorong usaha terus-menerus lahirnya cara hidup baru sesuai dengan kehendak Allah.
     Kaum muda harus dibantu untuk semakin menghayati semangat Injil, mau hidup penuh kesetiakawanan dengan kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel, dan dengan segala usaha turut memberdayakan segala potensi lewat segala bidang bagi peningkatan hidup mereka.
     Kaum muda juga perlu didorong dan disadarkan sangatlah penting mereka turut serta membangun tatanan hidup yang lebih baik, perbaikan kualitas cara hidup dan tatanan hidup bermasyarakat, melestarikan dan mengembangkan nilai budaya yang baik, menghapus yang buruk dan menjunjung nilai-nilai dasar manusiawi.
      Dengan gaya yang kocak disertai contoh nyata yang menarik, Br. Bambang membahas jawaban atas pertanyaan tersebut selama hampir dua setengah jam, dari pkl. 10.00 hingga 12.30. Rekoleksi tersebut, yang bertajuk PARTISIPASI UMAT DALAM KEHIDUPAN MENGGEREJA, dihadiri sekitar 80 anggota Dewan Paroki.     
      Sebagaimana dikemukakan Rm. Robertus Triwidodo Pr dalam sambutannya selaku pastur paroki, rekoleksi ini merupakan kesempatan bagi anggota Dewan Paroki untuk menggali kembali semangat dan kekuatan untuk melayani.   (prp)***