Jika Aldi tergerak mencari tahu apa yang dikatakan Kitab Suci tentang hari kiamat saat isu kiamat 2012 banyak dibicarakan, itu berarti Aldi menjadikan Kitab Suci sebagai rujukan atas persoalan yang diamatinya dalam kehidupan sehari-hari.
Pertanyaan kemudian: Apakah setiap anak seperti Aldi?
Minggu 1 September ini, Bulan Kitab Suci dimulai.Itu ditandai dengan penempatan Alkitab berukuran besar diletakkan di sebelah kanan altar. Di Gereja St. Petrus & Paulus Babadan, bukan itu saja yang tampak tidak seperti biasanya. Ada Evangeliarium (Kitab Injil berukuran besar) di tempatkan di sebelah kiri altar.
Apakah setiap orangtua bisa menjawab pertanyaan anaknya, mengapa Alkitab berukuran besar diletakkan di sebelah kanan altar, menandai Bulan Kitab Suci?
Apakah setiap orangtua juga bisa menjawab pertanyaan serupa, ketika Evangeliarium (Kitab Injil berukuran besar), saat perarakan masuk dibawa seorang lektor dengan mengangkatnya setinggi kepala?
Penempatan Alkitab berukuran besar ditempatkan di sebelah kanan altar, sebenarnya bukan hal baru. Ini menandai awal Bulan Kitab Suci yang selalu berlangsung bulan September. Membawa Evangeliarium saat perarakan masuk oleh seorang lektor yang mengangkatnya setinggi kepala, sebenarnya merupakan ketentuan yang sudah diatur untuk diperhatikan dalam setiap Perayaan Ekaristi (lih. Pedoman Umum Misale Romawi, KWI, 2009). Namun karena Evangeliarium sebelumnya belum dimiliki Paroki Babadan, perarakan Evangeliarium baru sekarang bisa dilaksanakan.
Pertanyaan di atas muncul saat menyaksikan usai komuni sejumlah anak dengan setengah berlari mengejar Romo untuk memperoleh berkat. Apakah anak-anak itu suatu saat kelak juga akan bersemangat untuk lebih mengenal dan mencintai Kitab Suci?
Boleh jadi, salah satu upaya mengajak anak-anak untuk mengenal dan mencintai Kitab Suci adalah dengan menjawab pertanyaan seperti di atas. Atau bahkan secara spontan menjelaskan tanpa perlu ditanya.
Mencintai Kitab Suci memang tidak mudah. Bagi anak-anak, perlu ajakan dan pendampingan orangtua, agar secara bertahap anak-anak mengenal dan kemudian mencintai Kitab Suci.
Jumlah Kecil
Tapi, seberapa banyakkah orangtua umat Paroki Babadan yang mengajak dan mendampingi anaknya agar lebih mengenal dan mencintai Kitab Suci? Belum ada data tentang hal itu.
Namun FX Ponidjan, peserta Temu Kelompok Kitab Suci, melalui SMS mengemukakan, peserta pendalaman Kitab Suci yang diselenggarakan sekali dua minggu setiap Senin sore itu rata-rata dihadiri 15 orang. Jadi, hanya sekitar 2 % dari umat Babadan dengan berjumlah lebih 700 KK yang berminat memperdalam Kitab Suci. Tidak jelas apa yang diperoleh dari pertemuan itu hanya untuk diri sendiri atau juga dibagikan kepada anak-anak di rumah.
Sedikitnya jumlah yang mengikuti Temu Kelompok Kitab Suci itu menimbulkan pertanyaan apakah orangtua yang tidak ikut Kelompok Kitab Suci mengajak dan mendampingi anaknya untuk lebih mengenal dan mencintai Kitab Suci. Jawaban atas pertanyaan itu tentu hanya bisa diperoleh dari para orangtua.
Dari pertanyaan itu bisa dimunculkan pertanyaan baru: Apakah anak-anak umat Paroki Babadan sudah terbiasa membaca Kitab Suci?
Ingin Tahu Kiamat
Untuk memperoleh gambaran, walau sangat tidak mewakili seluruh anak-anak Paroki, kepada tujuh anak diajukan dua pertanyaan usai Perayaan Ekaristi di Paroki Babadan. Pertanyaan pertama: Pernahkan membaca Kitab Suci minggu ini? Pertanyaan Kedua: Pernahkan tergerak membaca Kitab Suci atas keinginan sendiri?
Aldi yang disebut di atas adalah salah satu dari tujuh anak yang ditanya. Jawaban Aldi, yang terdorong membaca kitab suci karena ingin tahu tentang kiamat, sudah dikemukakan di awal tulisan ini. Adapun enam anak lainnya, memberi jawaban seperti berikut.
Brian (kelas 9 SMP) mengataka tidak pernah membaca Kitab Suci dalam minggu terakhir. Pernah tergerak membaca Injil Markus, namun tidak ingat alasannya.
Vivin (kelas 6 SD) menjawab tidak untuk kedua pertanyaan di atas. Jawaban Elsye (kelas IV SD), Erika (kelas V SD), dan Risang (kelas 8 SMP), juga sama.
Jawaban yang agak berbeda diberikan oleh Risang (kelas V SD). Memang di rumah dalam seminggu terakhir ia tidak membaca Kitab Suci. Tetapi di sekolahnya, setiap Selasa ia membaca Kitab Suci bersama teman yang Katolik atau Protestan. Sekolah mereka memang mengumpulkan mereka setiap Selasa untuk membaca Kitab Suci. Risang mengemukakan, ia belum pernah membaca Kitab Suci atas inisiatif sendiri.
Jadi Rujukan
Seperti dikemukakan di atas, ketujuh anak itu tidak tidak mewakili anak-anak Paroki Babadan. Meski demikian, sehubungan dengan Bulan Kitab Suci, tidak ada salahnya merenungkan pertanyaan berikut: Apakah ada keterkaitan antara kecilnya jumlah peserta Temu Kelompok Kitab Suci, dengan jawaban ketujuh anak itu yang mengungkapkan bahwa mereka tidak membaca Kitab Suci dalam seminggu terakhir dan mereka kebanyakan tidak pernah tergerak untuk membaca Kitab Suci atas inisiatif sendiri?
Barangkali, apa yang dilakukan Aldi, bisa menjadi inspirasi: Bagaimana mengupayakan agar anak-anak lebih mengenal dan mencintai Kitab Suci, sehingga ketika menghadapi suatu hal dalam kehidupan mereka, Kitab Suci dijadikan rujukan?
Mengenal dan mencintai Kitab Suci perlu proses. Bagi anak-anak, itu berarti perlu mengenal dan mencintai Kitab Suci sejak dini.***