Berpolitik itu bersifat praktis dan bisa dilakukan umat dengan atau tanpa bendera partai politik. Demikian antara lain pandangan yang dikemukakan oleh dua pembicara, Dr. Lukas Ispandriarno (Dosen UAJY) dan Rm. Matheus Mali CsSR (Dosen Seminari Tinggi Kentungan), dalam Sarasehan Politik yang diselenggarakan Dewan Paroki St. Petrus & Paulus Babadan, Senin, 17 Februari 2014.
Dalam sarasehan yang bertempat di di Novisiat OMI Joseph Gerard Blotan,
Wedomartani, Sleman, . Rm. Matheus Mali CsSR mengemukakan, kesadaran berpolitik muncul dari adanya perbedaan. Karena itu berpolitik berarti mengakui adanya perbedaan dan sekaligus mengupayakan empat hal, yaitu memelihara demokrasi, mengupayakan kesejahteraan bersama (bonum communae), menjamin kebebasan, dan menegakkan keadilan sosial.
Merujuk ARDAS KAS 2011 - 2015, peran umat sebagai awam sangat penting dalam mengupayakan keempat hal tersebut. Menurut Rm. Mali, itu sesuai dengan pemahaman bahwa tugas perutusan awam adalah untuk menyucikan dunia. Dalam pengertian itu, setiap umat Katolik pada dasarnya dituntut ikut berpolitik, dengan atau tanpa bendera partai politik. Namun diingatkan, dalam gereja umat tidak boleh membawa bendera politik. Sebab gereja adalah himpunan umat seiman, jadi bersifat homogen. Gereja sendiri tidak boleh berpolitik, kalau yang dimaksudkan dengan berpolitik itu adalah membawa bendera partai politik tertentu.
Senada dengan itu, Dr. Lukas mengemukakan berpolitik itu selalu bersifat praktis. Memang, selama ini ungkapan berpolitik praktis selalu dipahami sebagai berpolitik dengan bendera partai politik. Padahal, berpolitik dapat dilakukan dengan atau tanpa bendera partai politik tertentu. Jadi kalau disebut gereja tidak boleh berpolitik praktis, yang dimaksudkan adalah gereja tidak boleh berpolitik dengan mengibarkan bendera partai politik. Umatlah yang boleh berpolitik dengan membawa bendera partai politik, namun berpolitik dengan bendera partai politik tidak dilakukan di gereja. Umat juga bisa berpolitik tanpa membawa bendera partai politik. Ini bisa dimulai dari kelompok kecil di tengah masyarakat.
Terkait dengan Pemilu Legislatif 9 April mendatang, Dr. Lukas menganjurkan agar umat berupaya mengenali partai dan calon legislatif yang akan dipilih. Mengenali partai berarti mengetahui apa visi dan misi partai tersebut. Mengenali caleg berarti mempelajari rekam jejak calon legislatif untuk mengetahui: Apakah ada sesuatu yang bermanfaat yang telah dilakukan bersangkutan bagi masyarakat dan bangsa? Apa dari rekam jejak itu bisa dibaca bahwa dalam banyak hal yang bersangkutan menjadikan kejujuran sebagai sikap? Dan banyak lagi yang bisa dicermati dari rekam jejak tersebut.
Dalam sarasehan yang bertempat di di Novisiat OMI Joseph Gerard Blotan,
Wedomartani, Sleman, . Rm. Matheus Mali CsSR mengemukakan, kesadaran berpolitik muncul dari adanya perbedaan. Karena itu berpolitik berarti mengakui adanya perbedaan dan sekaligus mengupayakan empat hal, yaitu memelihara demokrasi, mengupayakan kesejahteraan bersama (bonum communae), menjamin kebebasan, dan menegakkan keadilan sosial.
Merujuk ARDAS KAS 2011 - 2015, peran umat sebagai awam sangat penting dalam mengupayakan keempat hal tersebut. Menurut Rm. Mali, itu sesuai dengan pemahaman bahwa tugas perutusan awam adalah untuk menyucikan dunia. Dalam pengertian itu, setiap umat Katolik pada dasarnya dituntut ikut berpolitik, dengan atau tanpa bendera partai politik. Namun diingatkan, dalam gereja umat tidak boleh membawa bendera politik. Sebab gereja adalah himpunan umat seiman, jadi bersifat homogen. Gereja sendiri tidak boleh berpolitik, kalau yang dimaksudkan dengan berpolitik itu adalah membawa bendera partai politik tertentu.
Senada dengan itu, Dr. Lukas mengemukakan berpolitik itu selalu bersifat praktis. Memang, selama ini ungkapan berpolitik praktis selalu dipahami sebagai berpolitik dengan bendera partai politik. Padahal, berpolitik dapat dilakukan dengan atau tanpa bendera partai politik tertentu. Jadi kalau disebut gereja tidak boleh berpolitik praktis, yang dimaksudkan adalah gereja tidak boleh berpolitik dengan mengibarkan bendera partai politik. Umatlah yang boleh berpolitik dengan membawa bendera partai politik, namun berpolitik dengan bendera partai politik tidak dilakukan di gereja. Umat juga bisa berpolitik tanpa membawa bendera partai politik. Ini bisa dimulai dari kelompok kecil di tengah masyarakat.
Terkait dengan Pemilu Legislatif 9 April mendatang, Dr. Lukas menganjurkan agar umat berupaya mengenali partai dan calon legislatif yang akan dipilih. Mengenali partai berarti mengetahui apa visi dan misi partai tersebut. Mengenali caleg berarti mempelajari rekam jejak calon legislatif untuk mengetahui: Apakah ada sesuatu yang bermanfaat yang telah dilakukan bersangkutan bagi masyarakat dan bangsa? Apa dari rekam jejak itu bisa dibaca bahwa dalam banyak hal yang bersangkutan menjadikan kejujuran sebagai sikap? Dan banyak lagi yang bisa dicermati dari rekam jejak tersebut.
Mengawali sarasehan, Rm. R Triwidodo, Pr, selaku pastur paroki dalam sambutannya mengatakan, sarasehan ini diharapkan tidak hanya membahas soal yang terkait dengan pemilu legislatif 9 April, sebab hal itu juga sudah menjadi perhatian dalam surat gembala KWI. Yang tidak kalah penting, dari sarasehan ini bisa diperoleh pemahaman yang bertitik-tolak dari tiga pertanyaan: Pertama, perbedaan antara politik secara umum dan politik praktis. Kedua. seberapa jauh umat disebut terlibat dalam kehidupan politik praktis. Apakah jadi RT sudah berarti terjun ke dalam politik praktis?
Ketiga, bagaimana membedakan keterlibatan umat dalam kehidupan menggereja dan keterlibatannya dalam politik praktis.
Sebelumnya, dalam sambutan pembukaan, V Jaya Supena, Wakil Ketua DP St. Petrus & Paulus Babadan yang menjadi koordinatot pelaksana, menjelaskan bahwa acara ini sebenarnya sudah
menjadi program tahun 2013, namun baru bisa dilaksanakan sekarang.
Sarasehan berlangsung Pkl. 17.00 - 20.00, diikuti oleh sekitar 70 peserta, yang terdiri dari prodiakon, ketua lingkungan, wakil-wakil pengurus dewan, mudika, Ibu WK, serta aktivis paroki. Mereka ini diharapkan membagikan pemahaman yang diperoleh kepada umat lain yang tidak hadir dalam sarasehan ini.***
Sarasehan berlangsung Pkl. 17.00 - 20.00, diikuti oleh sekitar 70 peserta, yang terdiri dari prodiakon, ketua lingkungan, wakil-wakil pengurus dewan, mudika, Ibu WK, serta aktivis paroki. Mereka ini diharapkan membagikan pemahaman yang diperoleh kepada umat lain yang tidak hadir dalam sarasehan ini.***