Selamat Datang! Terima kasih telah berkunjung. Berkah Dalem.

Sosialisasi Pilkada Sleman 2015:
Memilih dengan Nurani Berdasarkan Ajaran Katolik

Dalam Pilkada 2015 Sleman, umat Katolik Babadan hendaknya memilih berdasarkan nurani dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip ajaran Katolik, sehingga calon yang terpilih adalah pemimpin yang sungguh berupaya mewujudkan kesejahteraan bersama (bonum communae).
      Meski jumlah umat Katolik di Sleman tidak sampai 10 persen, jadilah minoritas kecil yang menentukan. Umat hendaknya jangan tergiur oleh iming-iming yang tanpa disadari sebetulnya justru melecehkan. Nurani dan iman, demikian pula masa depan daerah Sleman, terlalu berharga bila digadaikan saat Pilkada.

      Hal tersebut mengemuka dalam Sosialisasi Pilkada 2015 Kabupaten Sleman di Paroki St. Petrus & Paulus Babadan, Jumat (27/11/2015). Dalam acara yang diselenggarakan Paguyuban Pamong Sosmaspol Paroki Babadan itu, yang dimoderatori Y Suryo Adi Pramono dari Litbang Paroki, tampil sebagai pembicara Gandung Sukaryadi (PK3 Kevikepan DIY) dan Dr L ukas S Ispandriarno (FISIP UAJY). .

Evaluasi 
      Pembicara pertama, Gandung Sukaryadi, mengemukakan, Pilkada 2015 harus dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk pendidikan politik umat. Umat Katolik tidak boleh lepas tangan, harus terlibat sebagai peranserta dalam menentukan masa depan daerah.
      Pilkada 2015 dengan demikian harus dilihat sebagai bentuk evaluasi, apakah pemerintah periode sebelumnya telah menjalankan pemerintahan sesuai aspirasi rakyat, bersih dari kopurpsi, sudah menunjukkan sikap yang menjunjung multikultur dan toleransi, dan berhasil meningkatkan kesejahteran masyarakat?
     Pertanyaan-pertanyaan itulah yang seharusnya mendasari sikap setiap umat Katolik, bukan janji-janji yang diumbar selama kampanye, juga bukan politik uang.

Rasional dan Tradisional 
      Sementara itu, pembicara kedua, Dr L ukas S Ispandriarno, mengawali paparannya dengan penjelasan ringkas tentang politik, partisipasi, dan demokrasi, serta peran umat Babadan baik sebagai warganegara maupun sebagai umat Katolik, dikaitkan dengan Pilkada 2015 Sleman.
      Selanjutnya dikemukakan, aturan baru penyelenggaraan Pilkada 2015 lebih ketat dan lebih adil bagi calon. Pasangan calon dengan dana lebih besar tidak berarti bisa memasang iklan lebih banyak. Meski demikian, masih ada penyakit lama, yaitu mahar politik kepada partai politik pendukung dan politik uang yang sudah menjadi penyakit kronis. Sistem pemilu belum menjamin kepada daerah yang terpilih adalah yang berkualitas.
     Pertanyaan pokok bagi pemilih di Sleman, secara khusus umat Katolik Babadan: Siapa calon yang memenuhi syarat? Bagaimana mengetahuinya?
      Dr. Lukas menyarankan agar mengunakan dua pertimbangan dalam memilih. Pertama, pertimbangan rasional, yaitu dengan mempelajari rekam jejak calon (kinerja, moral politik). Sebagai contoh, terkait dengan posisi umat Katolik di Sleman, Dr. Lukas menyajikan catatan kasus-kasus intoleransi di Sleman, sebagai bahan yang dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk memilih, mengingat umat Katolik sebagai minoritas adalah kalangan yang juga terkena kasus intoleransi tersebut. Pertanyaannya, apakah calon menunjukkan kenegarawanan terkait kasus tersebut?
      Kedua, pertimbangan batradisional, yaitu dengan mencermati sejauh mana calon tergantung pada dukungan hubungan primordialisme, sejauh mana politik uang dan/atau politik transaksional digunakan.

Diskusi 
     Usai paparan narasumber, berlangsung diskusi dengan peserta, yang kebanyakan menanyakan latar belakang calon sehingga bisa jadi dasar pertimbangkan untuk menentukan pilihan.
     Salah satu peserta mengemukakan acara pendidikan politik ini sungguh bermanfaat, memberi pemahaman bagaimana menggunakan hak pilih baik sebagai warga Negara maupun sebagai umat Katolik dalam Pilkada mendatang. Muncul pertanyaan: Bagaimana dengan umat yang tidak hadir? Boleh jadi mereka belum memiliki pemahaman yang baik, namun justru mereka mungkin sangat rentan terhadap politik traksaksional.
     Pada akhir acara, Rm. Robertus Triwidodo Pr menegaskan bahwa acara ini diselenggarakan bukan berarti Gereja berpolitik praktis. Gereja Babadan hanya menyelenggaran pendidikan politik bagi umat. Juga ditegaskan, sebagai warga negara dan umat Gereja, umat Katolik harus berpolitik. Namun kalau berpolitik jangan mengatas-namakan Gereja. (prp)***