Menyapa orang lain yang berbeda iman, penting dilakukan setiap umat Katolik, demikian pandangan Aloysius Sudaryoto, yang menjadi wakil umat Katolik di Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Sleman.
Apabila pandangan itu dimaknai lebih mendalam, sapaan merupakan pintu masuk untuk lebih saling
mengenal. Dengan saling mengenal,
terbuka peluang untuk lebih saling memahami.
Dengan saling memahami , kerukunan antar umat beragama akan mudah tumbuh. Dan itulah antara lain yang diupayakan melalui FKUB Kabupaten Sleman. Pandangan itu dikemukakan saat berbincang-bincang mengenai Forum tersebut di rumahnya, Rabu sore, 2 Oktober 2013.
Dengan saling memahami , kerukunan antar umat beragama akan mudah tumbuh. Dan itulah antara lain yang diupayakan melalui FKUB Kabupaten Sleman. Pandangan itu dikemukakan saat berbincang-bincang mengenai Forum tersebut di rumahnya, Rabu sore, 2 Oktober 2013.
Keputusan Bersama Dua Kementerian
Menurut Pak Yoyok, panggilan akrabnya, dasar pembentukan FKUB Kabupaten Sleman adalah Surat Keputusan Bersama
Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian
Agama, no. 8 dan 9. Forum yang dibentuk Maret 2006 itu, mempunyai
lima tugas. Pertama, melakukan dialog
dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;
Kedua, menampung aspirasi ormas
keagamaan dan aspirasi masyarakat; Ketiga, menyalurkan aspirasi ormas keagamaan
dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan bupati; Keempat, melakukan sosialisasi peraturan
perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan
kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat; dan Kelima, memberikan rekomendasi tertulis atas
permohonan pendirian rumah ibadat.
Forum itu beranggotakan 17 orang, yang semuanya mewakili umat
beragama. Umat Katolik diwakili dua
orang. Kristen, Hindu, Budha,
masing-masing diwakili satu orang.
Selebihnya, 12 orang mewakili umat muslim.
Saat awal pembentukan
FKUB, program utama yang dijalankan adalah mensosialiasikan peraturan bersama
tersebut ke setiap kecamatan. Program
lain adalah menyusun rekomendasi terkait
izin pendirian tempat ibadah,
ketika muncul penolakan penduduk setempat yang berbeda agama terhadap
penggunaan bangunan tertentu sebagai tempat ibadah. Juga dilakukan dialog berdasarkan
tema tertentu. Saat tema tertentu
dibicarakan, wakil setiap umat memberi
pandangan sesuai sudut pandang agama masing-masing.
Sosialisasi
dilaksanakan setiap bulan di satu kecamatan.
Yang diundang adalah tokoh masyarakat, pamong, unsur-unsur umat beragama
dari kecamatan atau desa setempat. Saat
sosialisasi, tanggapan hadirin umumnya positif.
Menurut Pak Yoyok, tanggapan positif itu ada kaitannya dengan sikap hadirin yang bersedia
datang umumnya mendukung kerukunan.
Sedang mereka yang mungkin mempunyai pandangan sendiri tentang makna
kerukunan, menunjukkan dua sikap. Pertama, tidak datang walau tetap diundang.
Kedua, datang tapi lebih banyak bersikap
pasif dan menjadi pendengar yang baik. Namun, secara umum, tidak ada kendala
menonjol dalam forum. Semua bisa
berjalan harmonis.
Dua
periode
Bagi Pak Yoyok,
keanggotaannya di FKUB sudah dua periode
sejak 2006. Saat ini, periode kedua baru
berjalan setahun.
Keberadaannya sebagai
anggota FKUB yang mewakili umat Katolik
diawali dengan adanya permintaan dari Sudaryoto, yang saat itu menjadi Sekretaris Komunitas Dewan Paroki se-Sleman.
“Oleh Pak Darto, saya diminta mewakili umat Katolik Sleman.“
Waktu itu, ada tiga
calon yang diajukan. Satu mewakili umat
Katolik dari wilayah Sleman Barat (Gamping), satu mewakili umat Katolik wilayah
Sleman Tengah (Ignasius Suryadi), dan Pak Yoyok sendiri mewakili umat Katolik wilayah Sleman Timur.
Dia tidak tahu
pertimbangan apa yang mendasari
permintaan tersebut. Menurut
pengakuannya, dia tidak mempunyai latar belakang atau pengalaman yang terkait
dengan masalah kurukunan umat beragama. Meski demikian, dia bersedia memenuhi
permintaan itu, karena menilai umat
Katolik perlu mempunyai wakil di Forum tersebut.
Sebagai wakil umat
Katolik, keanggotaannya dalam FKUB tidaklah mewakili paroki, tetapi mewakili umat
Katolik. Karena itu, setiap masalah yang
dibicarakan di Forum tersebut tidak disampaikan secara langsung ke setiap
paroki. Pertemuan yang diselenggarakan di setiap kecamatan untuk
sosialisasi program FKUB, selalu dihadiri wakil paroki yang ada di kecematan
itu. Dengan menghadiri pertemuan tersebut
, paroki setempat memperoleh masukan.
Meski demikian, atas
inisiatif sendiri, dia kerap menyampaikan masalah-masalah yang penting mendapat
perhatian Paroki St. Petrus & Paulus Babadan, karena
dia juga menjadi Ketua Bidang Paguyuban dan Tata Organisasi dalam Dewan
Paroki. Sebagai contoh, saat berlangsung pertemuan Dewan Harian
Paroki atau rapat bidang, kesempatan itu
digunakan untuk menginformasikan tentang berbagai hal yang dibahas di FKUB.
Dalam
kesempatan seperti itu, kesediaan
menyapa orang lain yang berbeda agama selalu dia tekankan sebagai sikap yang penting
dimiliki setiap umat Katolik. Kesediaan
menyapa orang lain menunjukkan keterbukaan.
Berkat keterbukaan, bibit
kerukunan akan mudah tumbuh.***