Selamat Datang! Terima kasih telah berkunjung. Berkah Dalem.

Mengenal FPUB:
Pesaudaraan Menjadi Kata Kunci

"Mengapa persaudaraan sebagai kata kunci bisa digunakan sebagai titik tolak untuk upaya yang dikembangkan forum ini, sedang di negara lain yang sedang mengalami konflik tidak?" Demikian pertanyaan Masamu Yamamori, diplomat muda Jepang,
setelah mendengarkan penjelasan tentang kiprah Forum Persaudaraan Umat Beriman (FPUB), dalam kunjungan para diplomat muda untuk mengenali lebih jauh dialog lintas iman yang dimotori oleh FPUB di Gereja St. Petrus & Paulus Babadan, Kamis (17-10-2013).
     Menjawab pertanyaan itu, Timoteus Adrianto, Sekretaris FPUB DI Yogyakarta, menjelaskan, pendekatan yang dipilih oleh FPUB adalah pendekatan kebudayaan, bukan pendekatan keamanan. FPUB didirikan di tengah masyarakat Yogyakarta, di mana ikatan kultural (budaya Jawa) masih kental. Dengan pendekatan itu,FPUB sesungguhnya dalam kegiatannya hanya sekitar 5 % melakukan mediasi antar pihak yang terlibat dalam konflik, sedang 95 % ditujukan untuk menyebarluaskan dan menumbuhkan paham persaudaraan sebagai tindakan prefentif. Penjelasan ini sekaligus menjawab pertanyaan Acturo Manuel Espinal Sabatos, diplomat muda Nicaragua,yang menanyakan apa yang dilakukan FPUB dalam mengatasi konflik. 
    Menambah penjelasan itu, Kiyai Abdul Muhaimin, Ketua FPUB, mengatakan bahwa dalam budaya Jawa dikenal kata guyub. Kata ini berarti rukun, namun guyub sebenarnya mengandung falsafah hidup bermasyarakat dalam budaya Jawa, yaitu bahwa setiap orang hendaknya menjaga kerukunan dengan memandang orang lain sebagai saudara dan karena itu terjalinnya persaudaraan selalu menjadi acuan. 

Dialog antar Umat Beriman 
    FPUB didirikan 27 Februari 1997 oleh sejumlah tokoh agama di DIY, dilatarbelakangi keprihatinan atas berbagai kerusuhan antar kelompok yang banyak terjadi saat itu bersamaan dengan peralihan era Orde Baru ke era Reformasi. 
     Kondisi tersebut menumbuhkan keinginan untuk mengembalikan citra bahwa setiap agama sesungguhnya menghendaki tumbuhnya perdamaian berdasarkan spirit persaudaraan sejati. Melalui persaudaraan sejati, deradikalisasi dari setiap potensi konflik yang seringkali muncul akibat pertarungan politik dan perebutan sumber daya ekonomi. 
     Dilatarbelakangi pemikiran tersebut, itu sebabnya dipilih nama Forum Persaudaraan Umat Beriman. Dialog yang dilakukan adalan antar umat beriman, bukan dialog antar agama. 
    Forum ini mempunyai visi menumbuhkan persaudaraan sejati antar umat beriman yang tanpa sekat, sehingga dapat saling membantu untuk melaksanakan tugas kemanusiaan. tersebut diterjemahkan dalam berbagai upaya untuk mengkonsolidasikan semuat pihak yang konsern terhadap multikulturalisme. 
     Menurut Abdul Muhaimin, ada kondisi setempat yang menguntungkan keberadaan FPUB. Pertama, Kraton Yogya masih mempunyai kekuatan kultural dan dalam posisi itu menjalankan fungsi sebagai pengayom bagi seluruh masyarakat. Kedua, di Yogyakarta terdapat banyak perguruan tinggi yang selalu menunjukkan sikap terbuka kepada setiap kalangan dari segala lapisan. Ketiga, tokoh agama sangat komunikatif dan siap memfasilitasi saat konflik terjadi. 
     Memang ada juga hambatan. Sering muncul suara miring yang menganggap bahwa kalau bergabung dengan FPUB berarti murtad karena bergaul dengan orang yang tidak seiman. Ada pula yang melontarkan kecurigaan bahwa FPUB dilatarbelakangi motif politik.  Sambil bercanda, Abdul Muhaimin mengatakan FPUB sering diajak kerjasama oleh pemerintah, termasuk Kementerian Luar Negeri, namun tidak pernah mendapat fasilitas atau bantuan apapun dari pemerintah. 
   Justru karena tidak mendapat fasilitas atau bantuan itu, FBUP menjadi lebih bebas berkiprah. Sebagai contoh, FPUB tidak segan meminta aparat pemerintah serius menangani konflik, karena itu sudah menjadi kewajibannnya. 
     FPUB memang bukan suatu lembaga berbadan hukum. Karena itu tidak mengherankan apabila FPUB tidak tercatat sebagai mitra kerja berbagai lembaga nasional atau internasional, walau banyak lembaga semacam itu pernah menjalin kerjasama dengan FPUB. Hubungan selama ini yang dijalin dirintis melalui kontak personal. 
    Semua itu tidak menjadi kendala bagi FPUB untuk mengayunkan langkahnya. FPUB bersifat bebas, tidak berafiliasi ke mana pun. Semangat yang terus dipertahankan adalah menyumbangkan pemikiran bersifat universal dalam mewujudkan perdamaian melalui persaudaraan yang dapat dipraktekkan dalam melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan. 
    Karena itu, Abdul Muhaimin menambahkan, FPUB banyak bergerak melalui kelompok-kelompok kecil,  seraya mencontohkan kegiatan kemanusian yang dilakukan bersama Parokit St. Petrus & Paulus saat erupsi Merapi. Kelompok-kelompok kecil inilah yang kemudian siap menjadi relawan sebagai ujung tombak yang menjalankan tugas-tugas kemanusiaan itu. Sebagaimana dijelaskan Timoteus Adrianto, FPUB lahir dari bawah bottom up, dan bekerja di akar rumput.***