Abu vulkanik Gunung Kelud yang melanda DIY sempat membuat kikuk sebagian umat yang menghadiri Perayaan Ekaristi di Gereja St. Petrus & Paulus Babadan, Sabtu sore, 15 Februari 2014. Mereka kikuk karena ragu, apakah memakai masker atau tidak, sementara Imam yang sedang menyampaikan homili tidak memakai masker.
Saat itu Rm Yosafat Dhani Puspantoro Pr, dari Seminari Kentungan, baru saja mengawali homili. Tiba-tiba angin kencang bertiup di luar gereja.
Oleh tiupan angin kencang itu, abu vulkanik yang masih menempel di atas atap bangunan atau dedaunan pohon yang ada di sekitar gereja lantas beterbangan ke segala arah dan masuk ke ruangan gereja.
Oleh tiupan angin kencang itu, abu vulkanik yang masih menempel di atas atap bangunan atau dedaunan pohon yang ada di sekitar gereja lantas beterbangan ke segala arah dan masuk ke ruangan gereja.
Meski pintu dan jendela segera ditutup, abu vulkanik sudah sempat masuk dan juga masih bisa masuk lewat kisi-kisi. Sesaat pandangan di dalam gereja agak kabur terhalang debu vulkanik. Nafas menjadi sesak.
Sebagian umat langsung memakai masker yang memang telah dibawa sejak dari rumah. Yang tidak membawa masker mencoba menutup hidung dengan saputangan, atau dengan telapak tangan, atau mengipasi debu dari sekitar hidung dengan panduan misa. Sedang sebagian lagi, meski membawa masker, tampak ragu apakah akan memakai masker atau tidak, karena Rm. Dhani sendiri tidak memakai masker.
Mengamati hal itu, Rm. Dani lantas mengatakan, umat boleh terus memakai masker, kecuali saat komuni.
Tak lama kemudian koster datang membawa masker. Dibantu beberapa umat, masker pun dibagikan kepada siapa saja yang belum memakai masker, termasuk Rm. Dhani, Putra altar, dan prodiakon.
Meski sudah diberi masker, namun karena sedang menyampaikan homili, Rm. Dhani tetap tidak memakai masker. Putra Altar yang sedang bertugas, entah karena solider, juga tetap tidak memakai masker.***