Selamat Datang! Terima kasih telah berkunjung. Berkah Dalem.

Menyadari Kehadiran Allah
Dasar Memilih dan Menyanyikan Lagu Liturgi

Allah hadir dalam Perayaan Ekaristi. Kesadaran akan kehadiran Allah haruslah menjadi dasar dalam memilih dan menyanyikan lagu liturgi.
      Dengan kesadaran tersebut, menurut Rm Edmund Karl Prier SJ, pimpinan Pusat Musik Liturgi (PML) Yogyakarta, dalam Pelatihan Dirigen dan Paduan Suara serta Pemahaman Musik Liturgi di Aula Paroki St. Petrus & Paulus Babadan, Kamis, 24 September 2015, maka setiap koor seharusnya tidak sembarangan memilih lagu. Untuk Perayaan Ekaristi dan ibadat sejenis haruslah lagu liturgi, bukan lagu rohani.

     Lagu liturgi adalah lagu yang diciptakan khusus untuk liturgi. Sebagai nyanyian, lagu liturgi, mengutamakan Sabda Allah dan dan apa jawaban  umat terhadap Sabda Allah itu dalam melaksanakan kehendak Allah secara nyata. Jadi, lagu liturgi berpangkal dari hormat kepada Allah, berbicara tentang kehendak Allah dan pelaksanaannya. Syair terutama tentang penyelamatan Allah, maka diambil/diolah dari Kitab Suci atau dari teks liturgi. Syair sebagai pegangan untuk hidup sebagai orang Kristen; memupuk iman dan hati mereka.

Attende Domine 
     Senada dengan itu, Pak Paul Widyawan, juga dari PML Yogyakarta, menggaris-bawahi bahwa kesadaran akan kehadiran Allah sangat menentukan bagaimana sikap yang sepatutnya dimiliki setiap koor, mulai dari dirigen sampai anggota koor yang menyanyikan lagu. Sebagai contoh, Pak Paul mengutip sebagian syair lagu Gregorian berikut:

     Attende Domine et Miserere quia peccavimus Tibi 
     Sudilah ya Tuhan ampuni kami. Lihatlah kami bertobat 

     Lagu ini mencerminkan permohonan ampun kepada Allah dilandasi kesadaran pertobatan, dan karena itu permohonan ampun haruslah disampaikan dengan sikap penuh rendah hati, penuh penghormatan kepada-Nya, sikap memuliakan-Nya.
     Maka, cara dirigen dalam memimpin koor yang terlihat dalam gerak tubuh, tangan, serta ekspresi, haruslah menunjukkan sikap rendah hati, sikap hormat kepada Allah yang hadir dalam perayaan Ekaristi. Begitu pula anggota koor, selain gerak tubuh dan ekspresi, suara yang diperdengarkan juga haruslah yang sungguh suara terbaik yang keluar dari batin, suara yang memohonkan ampun, serta menunjukkan sikap hormat untuk memuliakan Allah.

Tidak Sama 
     Memang, pengetahuan akan liturgi tidak sama dan belum merata untuk seluruh umat. Itu sebabnya, lagu yang dipilih untuk dinyanyikan dalam Perayaan Ekaristi, sering tidak tepat. Bahkan tidak jarang terjadi, selain lagu yang dipilih tidak tepat, juga yang lebih ditonjolkan adalah paduan suara atau kelompok koor, bukanlah keterlibatan umat dalam liturgi. Jelas ini sangat jauh dari pengertian lagu liturgi yang sesungguhnya.
     Lagu liturgi harus berperan dalam liturgi, merupakan bagian liturgi meriah yang penting atau integral. Mengikutsertakan umat karena Liturgi "memupuk kesatuan hati." Sebagai bagian dari liturgi saat mana seluruh seharusnya umat terlibat, dalam lagu liturgi selalu ditemukan ajakan atau seruan kepada seluruh umat untuk memuliakan Allah. Karena itu, lagu liturgi memakai juga bentuk sahut-menyahut, aklamasi, bentuk khusus (dialog), misalnya dalam lagu "Kemuliaan."
     Ciri lagu liturgi seperti di atas tidak ditemukan sepenuhnya dalam lagu rohani. Lagu rohani diciptakan untuk kegiatan non-liturgis seperti hiburan rohani, pertemuan karismatik, lagu pentas dan lain-lain. Lagu rohani praktis selalu berbentuk bait (monolog). Boleh jadi, lagu rohani banyak yang enak didengar, tetapi lebih banyak berbicara tentang “aku/kita” ketimbang berbicara tentang Allah.
     Menurut Rm. Prier, memang banyak yang mengatakan bahwa lagu liturgi yang lama dianggap membosankan karena yang ada itu-itu saja. Meski demikian, bukan berarti kaidah dalam memilih lagu boleh diabaikan , lalu lagu liturgi secara sembarangan diganti dengan lagu rohani. Toh belakangan telah banyak lagu inkulturasi yang bagus dan enak didengar.

Singkat Menarik
    Acara yang dimulai pkl. 10.00 tersebut, diikuti 142 peserta. Sebanyak 138 adalah utusan dari berbagai lingkungan, sedangkan 4 peserta adalah novis dari Novisiat Gerard OMI Blotan.
     Acara dibagi atas dua sesi. Sesi pertama tentang pemahaman lagu liturgi, dengan narasumber Rm. Edmund Prier SJ. Sesi ini dilanjutkan dengan kelompok 15 menit. Setiap kelompok yang dibentuk berdasarkan jenis suara (SATB) diminta untuk mengidentifikasi tiga lagu untuk menentukan mana lagu liturgi mana lagu rohani. Caranya, dengan mengkritisi syairnya, apakah berbicara hanya tentang “aku/kita” atau berbicara tentang Allah, apa kehendak-Nya, dan apa pengalaman “aku/kita” dalam melaksanakan kehendak-Nya. Setelah diskusi, setiap kelompok mengemukakan hasil bahasan masing-masing.
     Sesi kedua, dengan narasumber Pak Paul Widyawan, adalah tentang pemahaman, penghayatan, dan bagaimana mengekspresikan Lagu Liturgi. Sesi ini berlangsung menarik. Pak Paul Widyawan membahas topik itu dengan mengajak peserta berlatih membawakan lagu inkulturasi Nabadia (Kudus) dan Kupandang Sepuas Hati yang merupakan karyanya sendiri.
     Saat melatih,  selain memberi contoh cara dan sikap yang baik dan benar, Pak Paul juga memberi contoh cara dan sikap yang tidak baik dan tidak benar – yang disampaikan secara lucu tapi mudah dimengeri – dalam menyanyikan lagu liturgi yang perlu diperhatikan oleh anggota koor maupun dirigen.
     Pada akhir acara, sekitar pkl. 14.00, selain mengucapkan terima kasih kepada kedua narasumber, HEP Marjoko mewakili Tim Musik Liturgi Paroki Babadan mengatakan, berkat pelatihan ini setiap lingkungan atau kelompok koor diharapkan mengetahui perbedaan antara lagu liturgi dan lagu rohani, sehingga saat menjalankan tugas koor pada perayaan liturgi tidak lagi keliru memilih lagu.
     Kecuali itu, setiap dirigen diharapkan sudah mengerti bagaimana cara yang pas “ngabani” (memimpin) setiap lagu yang dinyanyikan pada perayaan liturgi, yaitu berdasarkan pemahaman bahwa lagu liturgi berperanan dalam liturgi serta mengandung ajakan atau seruan kepada seluruh umat untuk memuliakan Allah. Sikap “ngabani” seperti ini sudah tentu hanya akan muncul berdasarkan penjiwaan dan pemahaman terhadap syair. (prp)***