Selamat Datang! Terima kasih telah berkunjung. Berkah Dalem.

Sekolah Iman:
Mengapa Perayaan Paskah Tidak Semeriah Natal?

Pertanyaan mengapa perayaan Paskah tidak semeriah Natal, muncul dalam Sekolah Iman di Gereja St. Petrus & Paulus Babadan, Rabu, 23 April 2014. 
    Saat itu, topik bahasan memang masih melanjutkan tema MASA PASKAH. Sesuai dengan tema, Rm. Robertus Triwidodo, Pr menjelaskan sebagaimana dirumuskan dalam Pedoman Lingkaran Paskah yang disusun oleh Komisi Liturgi Regio Jawa, November 1998, bahwa "Masa Paskah berlangsung selama 50 hari,
dari Senin Paskah sampai Minggu Pentakosta.  Kelima puluh hari Masa Paskah ini dirayakan dengan sukacita bagaikan    suatu hari raya, bagaikan "Minggu  Agung."  Juga disebutkan: "Minggu-minggu Masa Paskah dipandang sebagai Minggu Paskah .... dan diutamakan di atas semua hari raya Tuhan dan semua hari raya lain."
     Mendengar penjelasan itu, muncullah pertanyaan di atas. Rm. Robertus Triwido, Pr, mengatakan bahwa sebenarnya telah berulang kali disampaikan kepada umat, termasuk panitia Paskah - tidak soal siapa pun panitia, bahwa dalam ajaran Gereja Katolik, perayaan Paskah diutamakan. Karena itu Perayaan Paskah memang seharusnya lebih mendapat perhatian utama dibanding Perayaan Natal. 
      Akan tetapi, pada prakteknya, Natal dirayakan lebih meriah. Selain karena pemahaman yang kurang mendalam atas ajaran Gereja, mungkin hal itu terjadi karena sebagaimana tercermin selama ini, perayaan Natal lebih berpotensi untuk dimanfaatkan demi kepentingan bisnis. Tidak heran apabila di mana-mana Natal dirayakan lebih meriah. 
     Kurangnya pemahaman mendalam itu juga tercermin dalam kehadiran umat untuk mengikuti Perayaan Ekaristi saat Hari Raya Kebangkitan Tuhan pada Paskah Minggu Pagi. Kebanyakan umat merasa cukup menghadiri perayaan Malam Paskah. Sedang perayaan Paskah Minggu pagi dianggap sebagai perayaan paskah anak-anak.   Padahal, kalau hanya menghadiri Malam Paskah, itu berarti umat sebetulnya belum ikut merayakan Hari Kebangkitan Tuhan. 
   Menurut Rm. Tri, pamahaman semacam itu memang memprihatinkan,  dan ke depan menjadi  tantangan bersama untuk memperbaiknya. Namun tantangan itu tidak mudah untuk di atasi. Sebagaimana dikemukakan dalam panduan yang disebut di atas, disebutkan bahwa: "..... diperkirakan bahwa dalam arus globalisasi proses sekulerisasi dalam dunia modern yang semakin menekankan efisiensi tidak akan mempermudah penghayatan dan perayaan Misteri Paskah...."  
       Pertanyaan lain yang muncul adalah  tentang makna ungkapan dalam syahadat yang berbunyi: "....turun ke tempat penantian..".  Rm. Robertus Triwidodo, Pr menjelaskan bahwa Yesus turun ke tempat penantian adalah karena karya penebusan-Nya bukan hanya ditujukan bagi orang yang hidup  pada masa kehadiran-Nya di  bumi atau sesudah itu.  Penebusan Yesus juga berlaku bagi seluruh umat manusia yang hidup di dunia sebelum Kristus hadir di dunia. Banyak orang kudus dan berkenan kepada Allah hidup di dunia sebelum Tuhan Yesus berkarya dunia. Mereka itu misalnya para nabi pendahuluNya juga orang saleh lainnya. Mereka tidak dapat langsung masuk ke surga karena pintu surga belum dibuka. Maka, tinggallah mereka itu di tempat penantian. Penebusan Kristus membuka pintu surga dan mengangkat serta menuntun mereka yang berada di tempat penantian itu untuk mengalami surga abadi. 
      Selain topik di atas, pembahasan sore itu dilanjutkan ke topik HARI RAYA KENAIKAN TUHAN DAN HARI RAYA PENTAKOSTA.***