Selamat Datang! Terima kasih telah berkunjung. Berkah Dalem.

PIA Paroki Babadan:
Pernah Mati Suri

Saat menyaksikan anak-anak mulai maju mendekat begitu Romo hampir selesai memberikan komuni untuk menerima berkat (komuni bathuk), muncul pertanyaan: Akankah anak-anak itu tersentuh oleh upaya Formatio Iman Berjenjang? 
    Ketika itu, pengembangan iman melalui Formatio Iman Berjenjang baru saja disosialisasikan oleh DKP (Dewan Karya Pastoral) Keuskupan Agung Semarang melalui pertemuan Temu Pastoral di Sangkal Putung, Klaten, Januari 2014. Maka, ketika setiap misa Sabtu sore atau misa Minggu pagi di Gereja St. Petrus & Paulus
Babadan, anak-anak yang belum menerima komuni maju ke depan untuk menerima berkat dari Romo, saat itulah pertanyaan di atas menjadi relevan.
     Berdasarkan perkiraan kasar, untuk misa Sabtu sore dan Minggu pagi, ada seratus lebih anak-anak yang maju untuk menerima berkat dari Romo. Mereka berdiri menunggu. Sebagian masuk dari pintu sebelah selatan altar, yang lain dari pintu sebelah utara. Mereka menanti kesempatan untuk diberkati Romo. Setelah mendapat berkat, mereka akan kembali ke tempat duduk semula. Dan sekitar 10 menit kemudian, mereka akan pulang ke rumah masing-masing. 
     Ketika itu kegiatan PIA di Paroki St. Petrus & Paulus Babadan memang boleh dikata mati suri. Padahal, dalam penjelasan DKP yang disebarluaskan ke setiap paroki, disebutkan bahwa Formatio Iman Berjenjang merupakan usaha bersama yang melibatkan keluarga, sekolah, dan paroki. Maka, jika PIA paroki mati suri, bukankah tidak ada yang bisa dilakukan paroki terhadap anak-anak itu? 

Di Gedung TK
    Belakangan, kegiatan PIA sudah siuman dari mati suri beberapa bulan. Empat pengasuh, yakni Bu Dwi, Bu Rina, Bu Niken, dan Bu Kenit, menjadi motor penggerak. 
    Diputuskan pertemuan PIA diselenggarakan di TK Indriyasana Babadan. Gedung TK itu, memiliki dua kelas, terletak sekitar 800 meter sebelah utara Gereja St. Petrus & Paulus Babadan. Untuk memasuki kompleks TK harus melalui gang sempit selebar satu setengah meter. 
     Ada pertimbangan lain yang mendukung keputusan tersebut. Selain karena Panti Paroki dan Pusat Pelayanan Pastoral masih belum selesai dibangun, fasilitas TK - seperti sarana bermain dan alat peraga dapat digunakan, sehingga bisa membuat senang anak-anak PIA. Hal itu dimungkinkan, mengingat tiga dari keempat pengasuh itu adalah guru TK tersebut. 
     Setiap kali pertemuan dihadiri sekitar 30 anak. Sebagian besar anak-anak PIA ini juga adalah murid TK Indriyasana Babadan. Sebagian lagi berasal dari lingkungan terdekat. 
     Anak-anak yang hadir mendapat makanan kecil yang disediakan oleh para guru. Dana makanan kecil ini didapat dari Dewan Paroki. Setiap anak mendapat donasi 5 ribu rupiah. Tidak semua dana dibelanjakan sejumlah donasi, tapi hanya dibelanjakan sebagian. Sisanya disimpan sebagai tambahan pembelian makanan kecil ketika perayaan hari natal atau paskah, supaya panitia tidak terlalu terbebani oleh dana untuk perayaan natal atau paskah PIA.

Novis OMI
     Kehadiran dan keterlibatan empat Novis OMI yakni Frater Alvin, Frater Andi, Bruder Jojo, dan Bruder Budi di TK Indriyasana Babadan, sejak Mingggu 7 September, menyebabkan pelaksanaan pertemuan PIA dapat berlangsung lancar dan berkesinambungan. 
    Hingga kini temu PIA bisa berjalan rutin tiap hari Minggu pukul 08.30 setelah perayaan ekaristi. Para Novis OMI bergantian mendampingi mereka berdua-dua, pada minggu II, III, dan IV.. Frater Andi berpasangan dengan Bruder Jojo, sedang Frater Alvin berpasangan dengan Bruder Budi.  Para Novis mengajar anak-anak memakai alat peraga, buku-buku cerita dan alat gambar. Mereka juga sesekali bermain gitar ketika mengajar. 
    Para pangasuh PIA berharap, pendampingan para Novis OMI ini akan terus berlanjut. Mereka adalah magnet agar anak-anak tertarik dan mau datang di temu PIA. 
    Menurut Rm. Antonius Sussanto OMI, formatur Novisiat  Joseph Gerard OMI Blotan, kemungkinan itu ada. Dikemukakan, keempat Novis OMI yang sekarang akan digantikan oleh juniornya yang sedang mengikuti masa novisiat tahun pertama. Asalkan setiap tahun ada novis baru, kelanjutan kerjasama pendampingan PIA tetap dimungkinkan. Pendampingan PIA  merupakan kesempatan baik bagi para novis untuk terlibat dalam kegiatan pastoral. 

Ke depan 
     Pertemuan PIA di Indriyasana Babadan boleh dikatakan sebagai kegiatan yang dikelola atas nama Dewan Paroki. Para orangtua diharapkan bersedia mengantar anaknya mengikuti pertemuan tersebut usai misa. 
     Sebelum itu, beberapa lingkungan, atas inisiatip sendiri menyelenggarakan pertemuan PIA di tempat masing-masing. Tercatat ada lima tempat di lingkungan yang berbeda pernah diselenggarakan pertemuan PIA yang dikelola secara mandiri. Karena itu, menyusul dihidupkannya kembali pengelolaan PA atas nama paroki, pertemuan PIA yang telah lebih dulu berlangsung di lingkungan tertentu tetap saja dapat diteruskan. Asal saja waktu pelaksanaan tidak sama. 
     Atau apabila mengalami kesulitan terkait tenaga pengasuh, dianjurkan untuk bergabung saja dengan PIA yang dikelola atas nama Dewan Paroki. Bukankah salah satu target Formatio Iman Berjenjang sebagaimana dirumuskan DKP (Dewan Karya Pastoral) Keuskupan Agung Semarang adalah ada pendampingan iman di setiap jenjang usia di setiap paroki, dank arena itu direncanakan ada pelatihan tiga kali dalam satu tahun? 
     Anjuran itu dipenuhi. Dari lima tempat yang pernah menyelenggarakan pertemuan PIA,  yang masih bertahan tinggal satu.   Namun, ada kenyataan yang memprihatinkan. Ketika pertemuan PIA diselenggarakan di empat tempat, jumlah anak yang hadir antara 10 – 20 anak. Setelah belakangan pertemuan PIA hanya di TK Indriyasana Babadan, jumlah yang hadir rata-rata 30 anak. Lantas, ke mana anak yang lain? 
    Menurut salah satu pengasuh PIA, tidak semua anak mau bergabung dalam pertemuan PIA di TK Indriyasana Babadan. Mereka lebih senang menghadiri pertemuan PIA di lingkungan sendiri, bertemu dengan teman sebaya yang sudah sangat dikenal. Kenyataan semacam ini sudah tentu perlu menjadi pertimbangan dalam pengembangan PIA ke depan.***